KH. Nurhasan Al Ubaidah Lubis, lahir pada tahun 1909 dengan nama Midhal, adalah seorang Mujaddid (Reformis) dalam perjuangan Islam di Indonesia. Kiprahnya dimulai setelah menimba ilmu agama di dua kota suci Islam, Mekkah dan Madinah, sekitar tahun 1941. Putra dari pasangan Jamal dan Muntamah, beliau adalah anak tengah dari enam bersaudara dalam keluarga yang cukup mapan di desanya.
Perjalanan Pendidikan dan Nama Baru
Pada tahun 1917, saat berusia 8 tahun, Midhal diajak kedua orang tuanya pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di sana, Syekh Abdurahman memberikan nama baru kepada ayahnya, Jamal, menjadi Abdul Aziz, sementara Midhal sendiri diberi nama Ubaidah. Meski masih sangat muda, Ubaidah rajin mengikuti pengajian di masjid hingga selesai. Beliau juga mengenyam pendidikan di berbagai pesantren, antara lain Pondok Semelo di Nganjuk, Pondok Kebaronan di Banyumas, Dresmo di Surabaya, Batu Ampar di Sampang, Lirboyo di Kediri, dan Tebu Ireng di Jombang.
Kehidupan dan Pengalaman Keilmuan
Tahun 1929, Ubaidah kembali menunaikan ibadah haji dan mengganti namanya menjadi Haji Nurhasan Al Ubaidah. Pada tahun 1933, ia belajar hadits Bukhari dan Muslim kepada Syeikh Abu Umar Hamdan dari Maroko dan di Madrasah Darul Hadits dekat Masjidil Haram. Beliau juga sempat belajar Al-Qur'an dan hadis-hadis di Mekkah pada tahun 1937/1938.
Kembali ke Indonesia dan Perjuangan Dakwah
Pada tahun 1941, KH. Nurhasan Al Ubaidah kembali ke Indonesia dan mulai membuka pengajian di Kediri. Beliau menikah dengan seorang wanita dari Madura bernama Al Suntikah. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1950, beliau mendirikan Pondok Pesantren Walibarokah di Burengan, Kediri, dan pada tahun 1952 mendirikan Pondok Pesantren di Gading Mangu, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang.
Perjuangan KH. Nurhasan Al Ubaidah sebagai dai yang mengajak umat Islam di Indonesia kembali pada Al-Qur'an dan al-Hadits menghadapi banyak tantangan. Beliau berupaya mendobrak penyimpangan aqidah umat Islam di Indonesia yang sudah menjadi tradisi, meskipun masyarakat mengaku berpegang teguh pada prinsip aliran ahlus sunnah wal jamaah. Dalam praktiknya, banyak yang mengingkari sunnah Rasulullah SAW dan melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam secara sendiri-sendiri, yang lebih tepat disebut sebagai pengikut ajaran ahlul bid'ah wal firqoh.
Tantangan dan Kontroversi
Gebrakan KH. Nurhasan membuat banyak tokoh agama Islam atau para kiai di Indonesia merasa terancam. Ajarannya dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi mereka, sehingga beliau menerima banyak tuduhan dan fitnah. Meskipun demikian, beliau menghadapi semua rintangan dan permusuhan dengan sabar. KH. Nurhasan mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa salah satu tanda agama yang benar adalah dimusuhi, mengutip Waraqoh bin an-Naufal yang pernah memberi peringatan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa tidak ada seorangpun yang membawa ajaran semisal yang dibawa beliau kecuali akan dimusuhi.
لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُودِيَ. رواه البخاري
Tidak datang seorangpun dengan (ajaran) semisal yang engkau bawa melainkan dia akan dimusuhi. (Rowahu Al Bukhori)
Dan jika dahulu Rasulullah dimusuhi dan rintangi oleh kaumnya yang masih jahiliyyah maka KH. Nurhasan dimusuhi oleh sesama umat Islam yang tidak rela jika penyimpangan dan bid'ah yang sudah mendarah daging dalam diri mereka diusik, hal ini sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah SAW