["(foto by: fh.unrika.ac.id)"]
Beberapa hari lagi merupakan momen yang penting bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya karena tahun kita bertambah, semarak perayaan semakin wah, atau juga jalan-jalan berlibur bersantai ria menikmati kehidupan. Tapi ada faktor penting yang mungkin kita harus sadar bahwa permasalahan ini harus menjadi pembahasan seluruh lapisan masyarakat. Bahwa hampir 18 tahun Indonesia memasuki era- reformasi. Lalu apakah ada benang merah dari kenginan perubahan bangsa pada masa itu dengan saat ini, menuju tahun 2016?
Kompasianer…
Sedikit kita bernostalgia pada kejadian 18 tahun yang lalu. Tanggal 21 Mei 1998 memiliki arti historis yang sangat special bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Di tanggal itulah orang nomor satu di Republik ini, Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya sebagai presiden. Ia kemudian menunjuk wakilnya, Prof.BJ.Habibie sebagai pengganti. Sejak saat itulah era reformasi bergulir.
Mungkin soal mengapa dan bagaimana perubahan era orde baru menuju era reformasi membutuhkan cerita panjang untuk kita beberkan disini. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah sudahkah perubahan-perubahan yang digerakkan oleh massa dan mahasiswa di tahun 1998 itu menghasilkan perbaikan? Jikan perbaikan itu gagal diwujudkan, berarti saat ini belum sepenuhnya reformasi.
Tidak kita pungkiri bahwa sudah banyak perubahan dan perbaikan yang terjadi. Namun dalam buku yang saya baca, Buku Rakyat Gak Jelas, Potret Manusia Indonesia Pasca Reformasi , karya Imam Ratrioso. yang kemudian saya amini pada kenyataannya terpuruknya Indonesia sejak tahun 1997-1998, dan hingga kini belum secara total mendapatkan solusi, itu karena berakar pada krisis perilaku, krisis karakter,moral dan mental. Akar dari krisis ini sampai sekarang belum tersentuh oleh aksi-aksi perubahan. Akibatnya adalah minimnya perbaikan yang bisa kita hasilkan.
Pasca Reformasi, kita manusia Indonesia malah semakin mementingkan diri sendiri sehingga disharmoni sosial dan perilaku yang merenggut kemanusiaan mudah tersulut. Kita manusia Indonesia semakin menjadi makhluk yang agresif. Tawuran, kerusuhan, dan bentrok sosial semakin sering terjadi. Kita masyarakat mengalami degradasi kesadaran keindonesiaan sehingga tidak begitu peduli lagi dengan Indonesia, dan ujung-ujungnya kehilangan karakter. Manusia Indonesia semakin materialis sehingga nilai-nilai, baik agama atau budaya, tersingkirkankan diganti budaya yang merusak bangsa.
Disamping itu, Pemerintahan baru saat ini oleh Pak Jokowi-JK juga cukup memberikan harapan kita untuk membabat habis persoalan ini. Revolusi Mental yang dipakai sebagai jargon atau slogan sangat tepat jika dilihat dari problema yang dihadapi bangsa ini. Walaupun sejatinya saya sendiri belum memahami benar apa yang dimaksud revolusi mental ala Pak Jokowi-JK.
Jika revolusi mental itu adalah perubahan substansial, fundamental, dan total pada aspek jiwa (internal) menusia Indonesia. Mungkin pandangannya, pemikirannya, keyakinannya, sikap mentalnya sampai karakternya, maka itu sangat tepat.
Revolusi mental akan sangat efisien jika pemimpin-pemimpin saat ini, wakil rakyat kita sudah terevolusi mentalnya terlebih dahulu. Maka secara perlahan jua rakyatnya akan ikut dalam reformasi perubahan mental. Dan yang sangat saya khawatirkan bahwa jika revolusi mental itu hanyalah suatu ungkapan, jargon dan slogan belaka maka dipastikan tidak ada perubahan yang terjadi untuk permalasan bangsa kita.
Maka Kompasioner..