Mohon tunggu...
Sigit Setyawan
Sigit Setyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan Profil

Pembelajar.Pendidik.Penulis. Praktisi pendidikan. Trainer Metode Mengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kerja Sudah Keras, Tapi Tidak dengan Performa

24 Oktober 2016   09:18 Diperbarui: 24 Oktober 2016   17:54 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: actioncoachsydneycity.com.au

Anda melihat orang sedang bekerja dengan sangat giat, tapi setelah seharian bekerja, ternyata hasil kerjaan tidak bagus. Saya melihat siswa di kelas bekerja dengan (kelihatannya) sangat giat juga, tapi nilai akhir tidak bagus juga. Mereka semua working high, tapi low performance. Di sini saya tidak hendak membahas dari kaca mata bisnis, melainkan sumber daya manusia atau pelatihan (training) karena saya memang kebetulan nyemplung (berkecimpung) di ranah itu.

Kita bekerja dengan bagus dan hasilnya bagus kalau ada syarat yang terpenuhi. Setidak-tidaknya ada tiga hal berikut ini. Pertama, kita menguasainya. Artinya, ada prior knowledge yang saya punyai. Ini yang sering dilupakan oleh para "manajer" termasuk para guru di dalam kelas. Para pemimpin menginginkan anak buah atau bawanannya untuk bekerja dengan bagus, tapi ia lupa bahwa ada pengetahuan yang harus mereka ketahui terlebih dahulu. Misalnya, apa itu service excellence? Tanpa pengetahuan itu, staff tidak mungkin bisa memberikan excellent service ke pelanggan.

Sama dengan siswa atau peserta training di dalam kelas, saya tidak mungkin mengharapkan siswa kelas 3 saya dapat menyelesaikan soal persamaan atau kuadrat kalau mereka tidak tahu bagi-kali-jumlah-kurang dalam matematika. Ini yang sering dilupakan para guru yang berlindung di bawah active learning. Jangan heran, ada guru yang meninggalkan kelas atau membiarkan kelas, tidak mau mengajar, dengan alasan ini kan active learning, siswa harus aktif. Padalah, guru belum memberikan prior knowledge-nya. Jelas itu adalah sebuah kesalahan.

Kedua, kriteria performance yang jelas. Baik karyawan, staf, murid atau peserta pelatihan kita perlu tahu kriteria dari sebuah penilaian. Kita perlu mengingat bahwa sebuah alat ukur hanya mengukur apa yang diukur saja. Meteran untuk mengukur ukuran jarak, timbangan untuk mengukur berat. Itupun harus jelas, apakah dalam centi atau meter. Apakah dalam gram atau kilogram. Baru-baru ini sempat menjadi viral di media sosial, sebuah video yang mengritik sistem pendidikan di dunia ini. Kritik dalam video itu adalah seekor ikan yang diminta oleh sistem pendidikan untuk memanjat pohon. Prinsip yang sama dapat kita terapkan dalam pekerjaan, performa seseorang hendaknya diukur dengan alat ukur yang pas.

Ketiga, imbalannya pantas. Jika Anda bekerja dengan bagus sekali, keras sekali, dan rajin sekali tapi imbalannya adalah gaji yang sama dengan rekan anda yang bekerja dengan pas-pasan, santai, dan tidak kompeten, untuk apa bekerja keras lagi? Mungkin ada yang berpendapat bahwa ujung-ujungnya duit. Bagi saya, bukan ujung-ujungnya duit melainkan ujung-ujungnya keadilan dan kepantasan. Dalam bidang pendidikan dan training, jika performa siswa bagus, apa ujungnya? Tentu adalah nilai atau penilaian. Selalu dibutuhkan imbalan yang pantas bukan untuk pekerjaan tetapi untuk sebuah hasil dari pekerjaan.

Demikianlah, ketiga hal itu setidak-tidaknya akan memengaruhi performance seseorang. Jika kita hanya melihat work (bekerja) maka sesungguhnya kita hanya berorientasi pada aktivitas fisik yang terlihat. Jadi, orang akan berpikir, "Yang penting saya terlihat bekerja. Perkara hasilnya jelek, itu urusan belakangan." Namun, jika kita berorientasi pada performance dengan kriteria yang jelas, orang akan bekerja dengan giat sesuai dengan hasrat mereka. Ada yang cepat dan gigih, ada yang lambat tetapi yakin.

Dapat dikatakan jika work itu dilihat oleh mata dan telinga pada saat bekerja,  performance dilihat oleh kriteria-kriteria yang diterjemahkan dalam indikator-indikator yang operasional atau dapat diukur. Nah, masalahnya adalah tidak semua orang atau perusahaan memiliki indikator semacam itu. Namun, setidak-tidaknya dengan adanya kriteria atau bahkan sampai indikator, kita semua mengarah pada misi high performance, bukan asal kelihatan bekerja. Kira-kira begitu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun