Kita sering mendengar istilah "siswa", "mahasiswa, "murid", dan "peserta didik". Kadang penyebutannya pun sering rancu. Misalnya begini, ada yang menyebut anak sekolah dengan sebutan "para siswa" tapi giliran menyebut para orangtua, mereka menyebut "orangtua murid", bukan "orangtua siswa". Mana yang benar, siswa atau murid? Untuk menjawabnya, saya mencoba untuk mencari akar katanya.
Kata "siswa" berakar dari bahasa Sanskerta "siya" yang artinya, "apapun yang Anda katakan, saya menerimanya". Jadi, di dalam istilah "siswa" terkandung makna kepatuhan kepada sang guru.
Lalu, kita mengenal istilah "mahasiswa". Kata "maha" dalam bahasa Sanskerta sendiri punya arti "agung" (great). Mungkin maksud dari kata "mahasiswa" adalah "siswa yang agung". Letak keagungannya mungkin adalah pada tataran pikir dan norma. Dari pemberian istilah ini terkandung harapan bahwa seorang siswa di Perguruan "tinggi" diharapkan "tinggi" pula ilmu dan moralnya.
Nah, sekarang bagaimana dengan kata "murid"? Â Kata "murid" berasal dari bahasa Arab yang berarti "seseorang yang berkomitmen" dan akarnya berasal dari kata "keinginan yang kuat dari dalam diri" atau "willpower". Jadi, seorang murid selalu memiliki keinginan kuat dalam dirinya untuk selalu belajar.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah menggunakan kata "peserta didik". Saya menduga istilah ini digunakan oleh pemerintah untuk mengidentifikasi masyarakat yang belajar. Misalnya di sekolah formal, informal. Istilah "peserta didik" Â mengacu pada anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan informal, pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Â Maksudnya, istilah "peserta didik" adalah untuk siapapun.Â
Cakupan makna "peserta didik" sangat luas, yaitu bagi siapapun persona yang belajar di manapun. Siswa, murid, dan mahasiswa adalah peserta didik. Bahkan taruna, santri, atau seminaris pun adalah peserta didik. Jika saya memberikan les di rumah, anak-anak yang datang belajar pun bisa saya sebut sebagai peserta didik saya.
Jadi, sesungguhnya setiap anak yang bersekolah disebut siswa atau murid adalah sebuah kebebasan penggunaan kata dan makna. Hanya saja, dalam pemakaiannya semestinya konsisten. Jika menggunakan kata "murid" maka menggunakan pula istilah "orangtua murid", tetapi jika menggunakan kata "siswa" maka menggunakan istilah "orangtua siswa".
Makna dan Sikap
Dengan mengetahui akar katanya, sekarang kita bahas bagaimana kata di atas maknanya menyempit atau meluas seiring dengan kepentingan kita untuk memakai kata tersebut. Misalnya, kata "siswa" maknanya dianggap sama dengan "murid" dalam KBBI. Bahkan, KBBI mencatat, pada umumnya kata "siswa" mengacu pada "murid SD atau SMP/SMA". Â Sedangkan, kata "murid" di KBBIsetara dengan "peserta didik", yaitu anak yang belajar.
Izinkan saya berpendapat agak berbeda. Bisa kita bayangkan, jika makna asal yang kita pakai, yaitu "apapun yang Anda katakan, saya ikut", tentu saja sudah tidak relevan lagi. Sebab, sekarang ini misalnya anak SMP atau SMA, lebih percaya pada Google dibandingkan dengan ucapan gurunya di kelas. Mungkin sebenarnya kata "siswa" jadi sangat tepat dipakai oleh peserta didik di TK di saat mereka selalu "percaya apapun yang dikatakan oleh guru".
Dan mungkin juga, harusnya siswa SMP dan SMA menjadi seorang "murid" sesuai akar katanya, yaitu "memiliki keinginan yang sangat kuat untuk balajar". Â Karena, pengalaman dan sharing dari banyak guru, banyak siswa SMP dan SMA kita sekarang ini kehilangan motivasi belajar dan kegigihan dalam belajar.