Mohon tunggu...
Sigit Zulmunir
Sigit Zulmunir Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Kegiatan saya sehari-hari, menulis. Berbagai informasi dan pemikiran saya aktualisasikan dalam tulisan. Saya seorang penulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polres Garut Bongkar Mafia Pupuk Bersubsidi

3 November 2024   06:41 Diperbarui: 3 November 2024   07:01 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Garut - Kepolisian Resort Garut, Jawa Barat, membongkar mafia penyelewengan pupuk bersubsidi di wilayahnya. Sebanyak 25,7 ton pupuk berhasil diamankan polisi. "Satu orang sudah kami amankan sebagian tersangka," ujar Kapolres Garut, Ajun Komisaris Besar, Mochamad Fajar Gemilang, Jumat, 1 November 2024.

Menurut dia, saat ini polisi tengah mengembangkan kasus ini untuk menelusuri potensi kecurangan lainnya. Karena hingga saat ini, para petani di Garut banyak mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk murah.

Fajar mengaku, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Modus penyelewengan pupuk ini yakni tersangka A, 49 tahun, membeli pupuk bersubsidi di toko resmi. Jenis pupuk yang ditimbun tersangka adalah urea dan NPK Phonska.

Pupuk tersebut kemudian dijual tersangka dengan harga non subsidi, di toko miliknya yang berada di Kampung Cibening Lebak, Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Garut Kota. Urea dijual dengan harga Rp 4.000 setiap kilogramnya, sementara NPK Phonska dijual sebesar Rp. 4.500/kilogramnya. "Tersangka membeli pupuk dengan harga subsidi yakni urea Rp. 2.250 dan NPK Rp 2.300/kilogram," ujar Fajar.

Akibat perbuatannya, tersangka dijerat undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Ancaman hukumannya 4 tahun penjara atau denda sebesar Rp 10 miliar.

Sebelumnya banyak petani di Kabupaten Garut mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Bahkan mereka pun sempat mengadukan keluhannya itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut.  

Petani di Garut Selatan, mengeluhkan kedatangan pupuk subsidi tidak sesuai dengan masa tanam para petani. Akibatnya berdampak pada penurunan hasil panen. "Kita harus cari informasi dulu pupuk datang atau tidak. Akhirnya kita mengurangi pemberian pupuk karena terlambat datang," ujar Yana Abdul Mustopa, 51 tahun, petani di Desa Panggalih, Kecamatan Cisewu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun