Memiliki dan mereguk nikmatnya kekuasaan dalam pemerintahan negara itu memang menggiurkan dan sangat nikmat. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saja tergiur untuk melanggengkan kekuasaannya.
Kita bisa melihat bagaimana kekinian tingkah polah Presiden Jokowi yang sudah terang-terangan menyatakan ketidaknetralannya kepada khalayak publik.
Dengan tegas Presiden Jokowi menyatakan dirinya akan berpihak dan berkampanye seraya menunjukan konstitusi yang mengatur hal tersebut kepada khalayak publik.
Kita juga bisa melihat bagaimana pencalonan putranya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres yang cacat etika, karena ada pelanggaran etika berat dari sang paman yang sekarang Mantan Ketua Hakim Mahkamah konstitusi Anwar Usman dan beberapa hakim konstitusi lainnya.
Paman Gibran yaitu Anwar Usman beserta bebrapa Hakim Konstitusi terbukti bersalah dan melanggar etika berat soal gugatan usia Capres Cawapres yang akhirnya meloloskan Gibran jadi Cawapres.Â
Ini sangatlah jelas adalah fakta bukan hoak kalau sejatinya pencalonan Gibran sebagai Cawapres adalah hasil dari pelanggaran etika berat di Mahkamah Keluarga eh Mahkamah Konstitusi.
Bagaimana tanggapan Presiden Jokowi dengan fakta ini, ya dengan santainya malah merestui anaknya untuk maju jadi Cawapres, padahal Presiden Jokowi tahu fakta yang sebenarnya.
Yang jelas, pernyataan tegas Presiden Jokowi yang intinya menyatakan ketidaknetralannya untuk memihak salah satu Paslon Capres Cawapres yaitu yang mengarah pada Paslon nomor 02 Prabowo-Gibran sangatlah menyakiti hati sebagian besar rakyat.
Dari ketidaknetralan Presiden Jokowi dalam Pilptes 2024 ini, penulis melihat adanya potensi penyalah gunaan wewenang dan kekuasaan bila Presiden Jokowi bersikeras tidak netral dalam Pilpres 2024 ini.
Bagaimana tidak, sebagai Panglima tertinggi, Presiden Jokowi bisa saja berpotensi mengerahkan dan mengondisikan aparat negara TNI-Polri, untuk memenangkan salah satu Paslon Capres dan Cawapres yang didukungnya dan kita tahu siapa Paslon itu, ya Paslon 02 Prabowo-Gibran.