Ya, Wisuda yang umumya diterapkan di Universitas tapi kekinian diapdosi oleh pihak sekolah mulai, Paud, TK, SD, SMP, hingga SMA, dan karenanya pula menjadi kontroversi dan polemik dikhalayak publik.
Pasalnya, tidak sedikit orangtua peserta didik yang keberatan, terbebani, dan menyoal terkait pungutan iuran yang harus dibayarkan untuk kegiatan wisuda tersebut.Â
Iurannya pun beragam, dari kisaran ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah. Ini belum termasuk pungutan iuran lainnya seperti acara perpisahan siswa dan biaya "tetek bengek" lainnyaÂ
Artinya juga, bila soal pungutan iuran wisuda dan pungutan iuran perpisahan ini banyak dari orangtua peserta didik yang merasa keberatan dan terbebani, maka banyak dari pihak sekolah tidak melibatkan orangtua peserta didik soal pungutan tersebut atau ada kesan memaksakan pungutan.
Semestinya kegiatan yang melibatkan orangtua apalagi berkaitan dengan dana ataupun pembiayaan pendidikan haruslah dibicarakan dengan orangtua peserta didik.
Mengenai hal inipun, telah tertuang dalam Permendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa, kegiatan bersama antara satuan pendidikan yang melibatkan orangtua harus didiskusikan dengan komite sekolah.
Artinya apa, kalau kegiatan pungutan iuran wisuda dan perpisahan ini termasuk pungutan iuran tetek bengek biaya pendidikan lainnya yang semestinya harus ada kesepakatan dahulu antara pihak orangtua peserta didik dan pihak sekolah tapi diterapkan secara sepihak oleh pihak sekolah, maka hal ini bisa disamakan dengan pungutan liar (Pungli).
Sementara dalam ranah hukum, Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.Â
Dalam hal ini, Pungutan liar adalah dinyatakan sebagai kegiatan yang termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas.