Pernah saya mendelegaikan perintah kepada staf bawahan saya untuk ikut seleksi suatu Diklat pengembangan SDM di kantor eh dianya malah menolak dengan alasan berikut:
"Saya bisa apa pak dibandingkan dengan mereka yang pandai-pandai itu, mereka lebih pintar dari saya, lha saya jauh di bawah mereka kemampuannya, ya saya pasti kalah saing lah, pak" (bawahan saya).
"Loh jangan pesimis dulu, belum juga dicoba kok sudah nyerah, kalau kamu meragukan kemampuanmu sendiri begini ya otomatis orang akan menilai kamu begitu terus, kalau kamu semakin bersikap begitu ya nanti kamu bakal jadi enggak berguna beneran loh. Padahal kamu saya nilai punya potensi berkembang, makanya saya rekom kamu untuk ikut seleksi Diklat". (Saya).
"Tapi pak, kok rasanya saya enggak percaya diri ya pak". (Bawahan saya).
"Sudahlah, dicoba aja dulu, saya bakal bantu kamu jadi mentor secara optimal untuk membimbing kamu". (Saya).
"Siap pak, dilaksanakan". (Bawahan saya).
Ya, pernahkah kamu merasakan kondisi psikologis seperti bawahan saya ini, kalau iya maka inilah yang namanya inferority comflex.
Jujur saja saya juga enggak lepas dari kena sindrom psikologis inferiority complex ini, tapi tentu saja saya enggak membiarkannya dong, saya punya solusi untuk mengatasinya.
Oleh karena saya juga pernah mengalaminya, jadi ketika staf bawahan saya kena kondisi psikologis inferiority complex ini, maka saya bantu dia untuk bangkit dan mengatasinya.
Ya, inferiority complex, atau kompleks inferioritas merupakan suatu kondisi dimana individu menganggap bahwa dirinya adalah lebih rendah bahkan merasa terhina dina dari orang-orang lain di sekitarnya.