Saya pernah menegur staf bawahan saya karena gara-gara dia salah menjabarkan delegasi tugas dari saya, menyebabkan saya jadi salah paham dengan bagian lainnya di kantor, khususnya dengan atasan yang memimpin di bagian tersebut.
Saya dikira memerintah kepala bagian tersebut, padahal posisi dalam organisasi selevel, sempat terjadi konflik, namun setelah saya komunikasikan dengan baik kepada atasan dibagian tersebut, akhirnya kesalahpahaman tersebut dapat diselesaikan.
Ya, koordinasi mudah diucapkan, bahkan sangat begitu mudah untuk didelegasikan, tapi pada praktiknya di lapangan, koordinasi kerap tidak berjalan dengan baik. Mudah diucap tapi sulit dikerjakan.
Hal ini karena, di antara kedua belah pihak masih sering terjadi salah pengertian, salah paham, hingga miskomunikasi, akibat pesan ataupun informasi yang diterima tidak tersampaikan dengan baik, bahkan justru putus di tengah jalan.
Atau malah salah garis hierarki koordinasinya, seharusnya garis koordinasinya garis putus-putus yang memiliki arti bahwa antara satu pihak dengan pihak lainya ada hubungan koordinasi yang sejajar, namun yang terlaksana adalah garis perintah.Â
Hasilnya, karena terjadi miskoordinasi ini, ya tentu saja akan menimbulkan dampak ketidaknyamanan, ketersinggungan, kesalahpahaman, hingga menimbulkan konflik.
Sehingga jelas tergambar kalau dalam suatu organisasi atau kantor sering terjadi miskoordinasi, maka kerja sama dalam suatu organisasi tidak kompak dan solid.Â
Padahal dalam struktur organisasi itu sudah jelas, terkait bagaimana sih penerapan koordinasi dalam organisasi baik itu antar bagian maupun secara personal, karena ada garis koordinasinya siapa dan bagian apa yang bertindak sebagai pendelegasi tugas ataupun perintah, serta siapa dan bagian apa yang saling selevel.
Secara jelasnya yaitu, garis koordinasi yang digambarkan dengan garis tidak putus-putus artinya posisi dalam struktur organisasiya adalah yang di atasnya boleh langsung memberikan perintah pada posisi seseorang yang berada di bawahnya (garis Perintah).Â