Mendapatkan sematan 200 artikel utama atau headline dari artikel yang sudah saya produksi di Kompasiana adalah suatu pencapaian yang tidaklah mudah.Â
Namun dibalik itu semua, inilah juga yang menjadi bukti berprosesnya saya dalam dinamika menulis di Kompasiana, apalagi notabenenya saya basic-nya memang bukanlah penulis.
Awal-awal menulis, boro-boro bisa dapat artikel utama, artikel disematkan pilihan pun sudah sulit bagi saya, apalagi berharap dapat artikel utama.
Bahkan sudah pun saya memproduksi beratus-ratus artikel di Kompasiana, tapi satu pun tak ada artikel yang di jadikan artikel utama oleh Kompasiana.
Penasarankah saya?
Jelas saya sangat penasaran, kenapa kok begitu sulitnya artikel saya ini mendapat sematan label artikel utama ini, sempat juga berprasangka buruk pada Kompasiana, bahwa Kompasiana pilih kasih, hanya kompasianers kesayangan saja yang artikelnya dinaikan jadi artikel utama.Â
Benarkah begitu?
Tentu saja apa yang menjadi prasangka saya itu sama sekali tidak benar, Kompasiana pastilah sudah berdasar konsideran yang dapat dipertanggung jawabkan atau sudah menimbang, memperhatikan, dan memutuskan dengan matang terkait artikel yang akan dinaikan jadi artikel utama bukan karena pilih kasih.
Lantas, putus asakah saya, mutungkah saya atas sulitnya artikel saya mendapat sematan label artikel utama?
Tentu tidak, rasa penasaran saya justru semakin membangkitkan rasa ingin tahu saya yang pada akhirnya mengantarkan saya untuk mengevaluasi diri dan instrospeksi diri.