Kompetitifnya dinamika dunia kerja kekinian semakin selektif saja. Bagi mereka karyawan yang tak bisa mengikuti dinamika tersebut jelas akan semakin ditinggal dan tertinggal.
Dengan semakin selektifnya standarisasi suatu kantor dalam menentukan nilai tolok ukur ataupun parameter terkait seberapa eligible maupun seberapa bermutu dan berkualitas seorang karyawan, ternyata faktor daya saing juga menjadi patokan nilai terkait seberapa berdaya saingkah dan seberapa unggul seorang karyawan.
Sebab, ketika karyawan dinilai sama-sama eligible dan sama-sama bermutu dan berkualitas, maka nilai daya saing lah yang justru menentukan bagi kedepannya.
Lantas, dengan dihadapkan dinamika yang sudah penulis uraikan tadi di atas, bagaimana dengan kamu? Seberepa berdaya saingkah kamu di kantor? Seberapa unggulkah kamu dibandingkan yang lainnya?
Nah, ini dia, yang harus jadi perhatian kamu, sebab soal daya saing ini seringkali terabaikan, padahal dari daya saing inilah letak dimana kamu lebih unguul dari yang lainnya dapat ternilai oleh kantor.
Pada banyak kasus, karena enggak menyadari bagaimana untuk lebih unggul dari rekan kerja sejawat, justru ketika rekan kerja sejawat kamu yang dapat promosi jabatan duluan kamu malah komplain, karena merasa sebenarnya kamulah yang lebih pantas dapat promosi tersebut.
Padahal sebenarnya, rekan kerja kamu yang duluan dipromosikan tersebut lebih unggul daya saingnya dari kamu, dia lebih kuat mental misalnya, dia lebih tangguh dan gigih misalnya, dan sebagainya.
Inilah yang seringkali tidak disadari, tahunya komplain, bikin gosip, kasak-kusuk, dan sejenisnya. Semestinya ya enggak bisa begitulah.
Kalau penulis sih, ketika gagal promosi jabatan karena kalah bersaing, penulis enggak akan berperilaku begitu, cemen lah itu namanya.