Kegagalan PKI menculik Jenderal A.H. Nasution menjadi awal penyebab tentang kegagalan pelaksanaan Gerakan 30 September PKI di lapangan.
Dalam dokumen Brigjen Soepardjo yang dikemudian hari ditemukan ketika dirazia oleh pemerintah, terungkap bahwa Brigjen Soepardjo sangat kecewa atas persiapan dan pelaksanaan kup G30S/PKI.
Aidit, Syam. Dkk. Tidak ada persiapan antisipasi apabila G30S gagal terkait apa bentuk retreatnya, yang ada dalam benak Aidit, Syam, Dkk hanyalah G30S pasti menang, semua beres, pasukan PKI kuat, dan massa PKI siap revolusi.
Ya, boleh dikatakan, PKI terlalu percaya diri dan terlalu dini menyatakan kemenangan alias takabur, terlalu meremehkan situasi dan keadaan.
Apalagi ketika PKI gagal menculik Jenderal Nasution dan kemudian Jenderal Nasution bergabung dengan Jenderal Soeharto dan Jenderal Umar di Kostrad, ternyata unsur pimpinan operasi PKI justru tidak ada kejelasan perintah selanjutnya dan tidak menarik kesimpulan apa-apa.
Ditambah lagi ketika pasukan PKI dari Batalyon Jawa Tengah dan Batalyon Jawa Timur yang ditempatkan pada sektor Selatan, Tengah, Utara, dan di RRI justru ditinggalkan tanpa adanya instruksi, semuanya tidak ada ditempat saat di hubungi.
Pada akhirnya untuk segera mengatasi G30S/PKI, maka Jenderal Nasution, Jenderal Soeharto, dan Jenderal Umar, telah membentuk suatu komando untuk melakukan tegenaanval atau serangan balasan.
Sementara itu, Laksamana Omar Dhani menyadari akan adanya. tegenaanval atau serangan balasan tersebut dan mengomunikasikannya dan mengkoordinasikannya kepada para unsur pimpinan PKI agar pasukan pimpinan Letkol Untung dan seluruh pasukan G30S/PKI di integrasikan dengan Pasukan AURI untuk satu komando dibawah perintahnya.
Namun ternyata apa yang dikomunikasikan dan dikoordinasikan oleh Laksamana Omar Dhani tersebut tidak direspon dan dijawab secara konkrit, sehingga di sinilah membuktikan bahwa dalam tim pimpinan PKI ternyata sudah tidak lagi memiliki offensif geest.