Ya, fenomena quiet quitting dan quiet firing seiring waktu berjalan pada intinya secara simultan akan banyak memberi dampak negatifnya dari pada dampak positifnya.
Yang jelas juga seiring waktu ke depan akan berdampak juga pada kesehatan mental karyawan dan kesehatan kinerja kantor secara keseluruhan.
Jadi, lebih baik antara karyawan dan kantor itu adalah sejalan, sehati, sevisi, dan semisi, agar tujuan yang ingin dicapai oleh kantor dapat terwujud.
Saling keterbukaanlah sebenarnya kuncinya, karyawan maunya apa, kantor maunya apa, lalu setelahnya sudah ada saling terbuka dan terungkap apa yang jadi masalah dan kendala, tinggal dicari bagaimana solusi terbaiknya.
Situasi sehatnya suatu kantor itu itu ditandai dengan saling bersinerginya, saling kompaknya, dan jalinan kebersamaan antara karyawan dan pihak kantor yang solid untuk mencapai dan menggapai visi misi bersama.
Jadi, dari pada karyawan berperilaku quiet quitting, Kantor juga menerapkan quiet firing, lebih baik saling terbuka saja untuk mencari solusi demi kebaikan bersama, seperti yang sudah penulis ungkapkan melalui artikel ini.
Demikian kiranya artikel ini, semoga bisa jadi saran dan masukan yang konstruktif terkait toxic relationship quiet quitting dan quiet firing kekinian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H