Kita masih ingat betapa Pandemi Covid-19 yang melanda negeri kita ini saat beberapa tahun kebelakang, benar-benar membuat terpuruk kondisi ekonomi masyarakat.
Namun, sedikit demi sedikit seiring juga dengan terbentuknya herd immunity masyarakat, maka seiring itu pula kita bisa hidup berdampingan dengan covid 19, dan seiring itu pula perlahan kita mulai revocery untuk bangkit dari keterpurukan.
Tidak mudah memang, untuk dapat pulih sepenuhnya seperti sedia kala, butuh waktu yang tidaklah sebentar, sebab juga efek domino Pandemi Covid-19 sedikit banyaknya masih terasa.
Di tengah upaya recovery masyarakat yang baru saja berupaya merangkak bangkit dari keterpurukan kondisi ekonomi, dan ditengah semakin mahalnya kebutuhan hidup, kini masyarakat tengah di uji lagi ketika Pemerintah mengambil keputusan menaikan harga BBM bersubsidi pertalite dan solar.
Keputusan tersebut langsung diumumkan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) yang secara resmi menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni pertalite dan solar per 3 September 2022.
Sehingga harga BBM subsidi terkini harga Pertalite naik menjadi Rp. 10.000 per liter, Solar naik menjadi Rp. 6.800 per liter, sementara itu untuk harga BBM Pertamax naik menjadi Rp. 14.500 per liter.
Dalam hal ini, pemerintah beralasan bahwa keputusan ini merupakan pilihan terakhir pemerintah, sebab anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi 502,4 triliun.
Bahkan angka subsidi tersebut diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan. Selain itu, pemerintah beralasan bahwa jebolnya BBM subsidi ini ternyata selama ini 70 persen subsidi BBM justru tidak tepat sasaran, banyak dinikmati masyarakat yang mampu.
BBM naik menyebabkan efek domino.
Ya, jelas banget dengan naiknya BBM subsidi ini pasti akan menyebabkan atau berdampak secara efek domino, alias akan berdampak pada naiknya harga kebutuhan hidup lainnya.