Niat dan motif menulis di Kompasiana ini, hanya masing-masinglah yang tahu secara lubuk hati yang terdalam, baik itu soal niat dan motif baik buruknya, hanya hati nuranilah yang paling jujur.
Apakah niat dan motif menulis hanyalah sekadarnya saja, apakah hanya menebar kebencian semata, menebar kebohongan, popularitas, hingga komersialitas.
Atau, niat ingsun sejati menulis untuk menebar informasi yang bermanfaat, penuh nilai kebaikan, bermakna kebajikan dan nilai-nilai positif lainnya menulis demi kebaikan untuk kemaslahatan bersama.
Semua itu tergantung dari hati dan nurani masing-masing, dan tergantung kematangan dan pendewasaan seperti yang penulis ungkapkan pada poin pertama diatas.
Yang jelas, seiring waktu berproses, penulis lebih memilih selalu berupaya untuk tahu diri dan berupaya menempatkan diri dengan bijak, serta berupaya menulis yang berprinsip pada nilai-nilai kebaikan, dengan berlandaskan apa yang penulis bisa dan apa yang penulis alami.
3. Fanatik bukan berarti fanatisme sempit, dan sekadar fantastisme.
Ya, berupaya semakin konsideran atau dengan artian lain, semakin membijak untuk menanamkan nilai-nilai positif dalam menulis, baik itu soal bagaimana perimbangannya, keberimbangannya, pertimbangannya, menimbangnya.
Pada akhirnya menyatakan dan memutuskan, sudah bijakkah kira-kiranya apa yang dituangkan dalam tulisan bagi orang lain, sudah bijakkah soal dampaknya bagi orang lain.
Begitulah kira-kiranya maksud penulis memaknai, meresapi, dan menjiwai apa sejatinya bahwa fanatik bukan berarti fanatisme sempit dan sekadar fantastisme belaka dalam hal menulis di Kompasiana ini.
-----
Fase, etape, tahap berproses dan bertumbuh kembang dalam rangka matang dan dewasa adalah siklus roda kehidupan nyata, begitu juga di Kompasiana ini.Â