Saya akhirnya mencoba membayangkan dan merasakan, apa yang dirasakan si Ibu dan si Anak dalam kasus di atas.
Tetiba saja hati saya berbicara, pasti hancur-sehancurnya hati dan perasaan si Ibu tersebut, karena tidak diakui oleh anak kandungnya sendiri sebagai Ibu, oleh karena mengetahui kalau dirinya adalah seorang pelacur.
Pasti ada rasa ketidakberterimaan, marah, benci dan mungkin saja ada rasa jijik, ketika seorang anak harus dihadapkan dengan kenyataan pahit nan menyakitkan hati dan perasaan, ketika mengetahui bahwa Ibu kandungnya ternyata adalah seorang pelacur.
Saya jadi semakin terdiam lalu menghela nafas, memejam mata, menerawang dan mengembara lagi jauh lebih dalam ke ruang pikiran, hati dan perasaan saya.
Sejurus kemudian hati saya kembali berbicara, Ya Tuhan, betapa pun getirnya perjalanan hidup saya, ternyata masih ada lagi yang jauh lebih getir dari saya.
Ya Tuhan, semoga Engkau selalu memberikan berkah kepada mereka dan keberterimaan yang tulus dan ikhlas atas getir yang mereka alami itu, serta Engkau berikan jalan keluar yang terbaik terhadap getir hidup yang mereka alami itu.
Ya Tuhan, betapa saya sangat bersyukur, Engkau anugerahkan saya Ibu terbaik, Ibu terhebat, Ibu yang selalu bisa kubanggakan dan jadi inspirasiku dalam kehidupan ini.
Ya Tuhan, Semoga selalu Engkau limpahkan kebaikan kepada Ibuku dan Engkau tempatkan surga kepada Ibuku.
***
Menjawab pertanyaan saya sendiri tadi, tentang Ibu yang berprofesi sebagai pelacur tapi ternyata memiliki Anak tersebut, saya hanya bisa menghaturkan munajat dan hanya bisa menitip sejumput asa kepada sang Anak.
Biar bagaimana pun juga, meskipun ibu kandungmu itu adalah pelacur, dia adalah tetap ibumu sendiri, dia adalah tetap jalan surgamu dan pastinya juga Ibumu akan sangat berharap ingin diakui oleh Anak kandungnya sendiri sebagai Ibunya.