Keributan, perseteruan ataupun perang urat saraf antara Nikita Mirzani dan Habieb Rizieq Shihab turut menjadi sorotan dan pembicaraan publik.
Tidak perlu lagi penulis menjelaskan secara gamblang ataupun mendetail terkait apa-apa saja persoalannya dan yang menjadi perkembangannya melatari dan menyebabkan terjadinya perseteruan di antara kedua belah pihak ini.
Yang jelas, inti masalah yang jadi keributan yang sejatinya adalah nggak penting banget tersebut adalah seputaran tentang "tukang obat" dan "lonte".
Lebih memalukan dan parahnya lagi, dari ribut-ribut soal "tukang obat" dan "lonte", ternyata pada akhirnya keributan justru semakin melebar luas ke mana-mana dan semakin tak jelas juntrungannya.
Semakin nggak penting dan konyol, di luar nalar dan tak bisa ditolerir dengan akal sehat, semakin murahan dan bahkan semakin menyeret memecah belah publik, karena berimbas pada munculnya rasa saling membenci dan saling permusuhan, dan pertentangan di antara publik.
Bahkan karenanya, publik jadi turut berisik dan terseret terjun bebas semakin menggila dalam hal menyoal perseteruan yang terjadi antara Nikita vs Rizieq.
Kalaulah boleh diistilahkan di sini, gegara masalah "tukang obat dan lonte", publik jadi terikut terlibat berperilaku semakin gilani, komentarnya semakin tak beretika yang menjurus memicu rasa saling membenci dan bermusuhan.
Tak pelak lagi karenanya, berbagai macam jenis lontaran hujatan, cacian, makian, nyinyiran dan yang sejenisnya, turut meramaikan ruang publik, membuat berisik ruang publik.
Yang jadi pertanyaannya adalah, apakah hanya karena soal Nikita vs Rizieq, lonte dan tukang obat, akan jadi keberisikan yang semakin menunjukan bahwasanya ini adalah bangsa yang "nih kita" banget?
Keberisikan yang semakin dirasuki dan diliputi rasa saling menimbulkan kebencian dan permusuhan di antara sesama tumpah darah bangsa di negeri ini?