Pada akhirnya, Ra Kuti memainkan strategi hasutan, untuk dapat mempengaruhi pejabat-pejabat Majapahit agar mau berpihak kepadanya.
Ternyata bukan omong kosong, Ra Kuti rupanya berhasil, bersama beberapa pejabat Majapahit, Ra Kuti berhasil mencapai kesepakatan bersama, untuk bersekongkol menggulingkan kekuasaan Prabu Jayanegara dari tahta Majapahit.
Bahkan, beberapa pejabat yang berada dipihaknya memiliki wewenang memimpin dua kelompok prajurit Majapahit dalam jumlah yang sangat besar, lebih dari separuh kekuatan pasukan Majapahit berada dipihak Ra Kuti.
Strategi telah disusun sedemikian rupa dan akhirnya pecah peperangan, Ra kuti bersama kawan-kawanya dan pasukannya memimpin pertempuran, menggempur Majapahit.
Pertempuran yang memancarkan aroma bau amis darah, banjir darah menggenangi tanah, teriakan kesakitan berpadu dengan bunyi senjata tajam saling bersahut, hingga lolongan menjemput kematian terdengar di area pertempuran.
Majapahit makin terdesak, dan akhirnya harus menerima kenyataan pahit, tidak mampu menahan gempuran Ra Kuti dan pasukannya, Ra Kuti menang dan berhasil menduduki tahta Majapahit.
Ra Kuti akhirnya menobatkan diri sebagai Maharaja Majapahit dengan gelar Sri Maharaja Agung Batara Prabu Kuti Wisnumurti.
***
Sementara itu pimpinan pasukan Bhayangkara, Gajah Mada bersama pasukannya, setelah berhasil mengungsikan Prabu Jayanegara ke daerah Bedander, kembali menyusun kekuatan.
Operasi senyap dilakukan oleh Gajah Mada, mengumpulkan sisa-sisa pejabat dan pasukan yang masih setia pada Majapahit.
Selain itu, strategi perang gerilya juga dilancarkan, untuk mengusik ketenangan kekuasaan Maharaja Prabu Ra Kuti.
Pada perkembangannya kepemimpinan Prabu Ra Kuti mencapai antiklimaks, ternyata Prabu Ra Kuti justru semakin merusak tatanan Majapahit, tindak tanduknya justru lebih otoriter dan lebih kejam hingga rakyat Majapahit dibuat menderita.