Padahal, secara disadari atau tidak disadari, maka inilah sebenarnya yang dinamakan tindakan kolusi dan nepotisme ataupun yang seringkali disebut-sebut juga sebagai, tindakan main belakang ataupun lewat orang dalam atau istilah lainnya yang sejenis.
Sehingga para HRD haruslah bisa berkomitmen untuk bisa dengam tegas menghindarinya, karena yang jelas juga para HRD perlu mengaris bawahi, karena bila menuruti rekomendasi calon karyawan berdasar hal diatas, maka ini berarti para HRD telah siap merpertaruhkan dan menanggung risiko dirinya sendiri kepada pimpinan dan kantor.
Karena bila dikemudian hari, ketika si calon karyawan sudah dinyatakan diterima bekerja sebagai karyawan, tapi ternyata seiring perjalanannya ada segala sesuatu yang tidak berkenan atau ada permasalahan berkaitan dengan pekerjaannya dan kinerjanya, maka yang akan jadi sasaran utama evaluasi adalah para HRD.
Apalagi bila karyawan tersebut adalah saudara ataupun teman sendiri, karena yang jelas terkait karyawan tersebut pasti akan di sangkut pautkan hubungannya dengan rekomendasi yang diberikan sebelumnya.
Dan walhasil justru menjadi bumerang bagi diri sendiri dan HRD harus menanggung risikonya, apalagi ketika pimpinan dan manajemen mengetahui, bahwa saat proses perekrutan, ternyata karyawan yang bermasalah tersebut berdasarkan rekomendasi dan catatan khusus HRD karena adanya pertalian hubungan sanak famili, pertemanan, ataupun refererensi dari rekan kerja di kantor.
Sehingga pimpinan dan manajemen menilai bahwa ada yang tidak benar ketika proses perekomendasian dan perekrutannya, ada yang tidak fair dan akhirnya bisa berujung pada pencopotan jabatan HRD, atau lebih parah lagi bisa langsung di knock out atau di PHK oleh kantor.
Jadi, disinilah kiranya yang perlu jadi catatan penting oleh para HRD, kenapa dalam hal merekomendasi calon karyawan dalam proses perekrutan perlu menghindari rekomendasi berdasar karena referensi dari rekan kerja, hubungan pertemanan dan hubungan sanak famili, hingga harus bisa menghindar alasan karena kasihan.
2. Bagaimana bila calon karyawan merupakan referensi dari unsur atasan atau pimpinan?
Nah, kalau dihadapkan dalam posisi seperti ini memang serba salah dan lebih ewuh pakewuh lagi. Sebenarnya juga, meskipun judulnya adalah referensi, namun sebenarnya kalau mau jujur hal ini juga masuk ke dalam ranah intervensi unsur atasan ataupun pimpinan.
Memang sih disini referensi tersebut perlu dipertimbangkan dengan cermat dan teliti, ini karena unsur atasan atau pimpinan yang mereferensikannya.
Namun demikian untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan kedepannya, maka tidak ada salahnya dan masih wajar adanya serta logis untuk membuat semacam perjanjian tertulis atau sejenisnya yang menyatakan bahwa calon karyawan tersebut adalah merupakan referensi dari para atasan atau pimpinan.