Tato sebagai karya seni, tradisi dan warisan budaya serta kearifan lokal yang sangat perlu dilestarikan, tetapi disatu sisi masih jadi perbedaan pandangan antara sebagai seni budaya, haram, serta identiknya dengan kriminal.
Di Indonesia, sangat minim sekali masyarakat yang memandang tato sebagai seni. Pada umumnya persepsi yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, tato selalu saja di citrakan buruk dan negatif.
Tato seringkali di prasangkakan atau di identikan dengan pelaku premanisme, pelaku kriminal ataupun deretan identitas perilaku tanpa moral yang lainnya.
Entah kenapa bagi masyarakat, bahwa bertato itu seringkali dianggap negatif atau memiliki image dan citra yang buruk dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Padahal sebenarnya tidaklah semua orang yang bertato itu harus selalu identik dengan citra yang buruk dan negatif, premanisme, kriminal atau penjahat.
Mungkin hal ini bisa disebabkan karena motif dan landasan tujuan dari para penggunanya ataupun dari para preman itu sendiri yang memang menggunakan tato sebagai identitasnya agar terlihat lebih sangar dan menakutkan.
Atau mungkin ada orang yang dengan sengaja bertato tapi dengan maksud untuk menobatkan dirinya sebagai jagoan dan preman yang sangat ditakuti yang kalau begini tentunya bertujuan untuk membentuk salience dalam dirinya.
Atau bisa juga dari sudut pandang masyarakat yang memang sudah terlanjur terbiasa dan terbentuk yang berprasangka dan memberi stempel negatif kepada orang-orang yang bertato.
Karena terkadang juga secara kebetulan setiap kali melihat tindakan kriminal atau tertangkapnya pelaku tindakan kriminal, para pelakunya kerapkali selalu bertato.
Bahkan kejadian tertangkapnya pelaku kriminal yang bertato ini sering juga terjadi berulang-ulang dan semakin membuat masyarakat mengasosiasikan tato dengan kejahatan dan kriminal.