Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kisruh Helmy Yahya Vs Dewas TVRI, Seharusnya...

18 Januari 2020   19:58 Diperbarui: 18 Januari 2020   19:56 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar pendukung | Dokumen milik Inews.id


Kabar mengejutkan dinonaktifkannya Helmy Yahya dari jabatannya sebagai Dirut TVRI oleh Dewas TVRI jadi perdebatan.

Pasalnya, penonaktifan tersebut menjadi viral dan trending topic oleh khalayak publik.

Bahkan publik banyak yang berpihak pada Helmy, karena keputusan penonaktifan Helmy dinilai kontroversi dan sepihak, karena tidak ada kesalahan dan pelanggaran yang berarti ataupun tindak pidana yang dilakukan oleh Helmy.

Secara garis besarnya alasan Dewas TVRI menonaktifkan Helmy adalah mempersoalkan masalah Kinerja Anggaran dan program acara yang tidak sejalan dengan status TVRI yang merupakan Lembaga Penyiaran Publik dan Helmy dianggap buang buang duit percuma terkait berbagai program kerja yang dijalankannya.

Terkait hal ini penulis beropini dengan melihat sebatas sudut pandang yang netral saja. Karena penulis tidak terlalu memahami secara detil pada Undang undang yang terkait dan berlaku tentang LPP TVRI.

Namun dengan membaca dan mengamati perkembangannya melalui pemberitaan dan informasi yang beredar maka penulis mencoba membuka ruang sudut pandang lain.

Memang benar Dewas TVRI memiliki wewenang penuh dalam mengangkat atau mencopot Dirut TVRI tapi apakah sudah benar benar sejalan dengan aturan yang berlaku.

Ini karena terkait penonaktifannya dari Dirut TVRI, maka Helmy berupaya menempuh jalur hukum bahkan kisruh ini sampai harus melibatkan DPR.

Seyogianya ini tidak boleh terjadi, karena ini sebenarnya dapat diselesaikan secara internal baik oleh Dewas TVRI ataupun Helmy.

Dewas TVRI harusnya dapat memberikan hak jawab dan pembelaan terlebih dahulu kepada Helmy, terkait sangkaan yang ditudingkan terkait penonaktifan Helmy.

Dewas TVRI tidak boleh semena mena langsung memecat dengan sejumlah pasal pasal pemecatan dan mengeluarkan surat penonaktifan, tapi sebelumnya tidak melibatkan dan memberikan kesempatan kepada Helmy terlebih dahulubuntuk mengklarifikasi dan mempertanggung jawabkan pasal pasal yang dituduhkan.

Karena belum tentu Helmy langsung bersalah dan langsung didakwa bersalah tanpa ada alasan yang jelas dan pembelaan diri dari Helmy.

Ini hal yang wajar kalau Helmy harus mengetahui atas dasar apa dirinya dinonaktifkan dan memberikan pembelaan dan mempertanggung jawabkan apa yang dituduhkan.

Karena mana tahu Helmy bisa mempertanggung jawabkan semua yang dituduhkan itu terhadapnya.

Jangan sampai Dewas TVRI blunder, karena dasar penonaktifan Helmy tidak kuat, dan terlalu lepas dari aturan yang berlaku dan justru sepihak saja.

Yah normal normalnya bisa diambil contoh sederhana saja, misalkan saya menjabat direktur PT A, tapi ujuk ujuk saya dipecat oleh Dewan Pengawas Pimpinan Perusahaan tapi saya tidak tahu detil kesalahan saya, lalu saya sama sekali tidak dikasih kesempatan melakukan klarifikasi dan pembelaan, langsung disuruh angkat kaki begitu saja.

Ini namanya tidak adil lah, dalam hal ini saya mesti tahu kesalahan saya dulu dong, seharusnya saya dipanggil dulu, ditanya, dikonfirmasi dan diaudit terkait tudingan tentang adanya ketidakberesan saya dalam bekerja.

Lalu boleh dong saya memberikan penjelasan atau alibi dan menyanggah, pun kalau saya memang akhirnya gak bisa jawab dan gak bisa mempertanggung jawabkan alasan berkaitan apa yang dituduhkan, nah itu barulah dasarnya ada dan boleh di terbitkan surat pemecatan.

Nah, kira kira beginilah analoginya kalau dihubung hubungkan dengan kisruh Helmy dan Dewas TVRI.

Jadi penulis beranggapan bahwa kisruh yang terjadi antara Helmy dan Dewas TVRI adalah masalah internal dan harus diselesaikan secara internal.

Dewas TVRI seharusnya mencabut dulu surat penonaktifan Helmy, dan agar dapatnya memberikan kesempatan hak jawab dan hak membela diri terlebih dahulu kepada Helmy.

Bila nanti Helmy memang tidak bisa mempertanggung jawabkan apa apa yang dituduhkan Dewas TVRI maka penonaktifan dapat diberlakukan.

Tapi bila Helmy tidak terbukti bersalah dengan apa yang dituduhkan maka Helmy harus dibersihkan namanya dan Jabatannya wajib dikembalikan lagi.

Indonesia menjunjung tinggi asas asas keadilan dalam Pancasila dan UUD 1945, maka amanah ini mesti wajib selalu jadi pedoman.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun