Karena belum tentu Helmy langsung bersalah dan langsung didakwa bersalah tanpa ada alasan yang jelas dan pembelaan diri dari Helmy.
Ini hal yang wajar kalau Helmy harus mengetahui atas dasar apa dirinya dinonaktifkan dan memberikan pembelaan dan mempertanggung jawabkan apa yang dituduhkan.
Karena mana tahu Helmy bisa mempertanggung jawabkan semua yang dituduhkan itu terhadapnya.
Jangan sampai Dewas TVRI blunder, karena dasar penonaktifan Helmy tidak kuat, dan terlalu lepas dari aturan yang berlaku dan justru sepihak saja.
Yah normal normalnya bisa diambil contoh sederhana saja, misalkan saya menjabat direktur PT A, tapi ujuk ujuk saya dipecat oleh Dewan Pengawas Pimpinan Perusahaan tapi saya tidak tahu detil kesalahan saya, lalu saya sama sekali tidak dikasih kesempatan melakukan klarifikasi dan pembelaan, langsung disuruh angkat kaki begitu saja.
Ini namanya tidak adil lah, dalam hal ini saya mesti tahu kesalahan saya dulu dong, seharusnya saya dipanggil dulu, ditanya, dikonfirmasi dan diaudit terkait tudingan tentang adanya ketidakberesan saya dalam bekerja.
Lalu boleh dong saya memberikan penjelasan atau alibi dan menyanggah, pun kalau saya memang akhirnya gak bisa jawab dan gak bisa mempertanggung jawabkan alasan berkaitan apa yang dituduhkan, nah itu barulah dasarnya ada dan boleh di terbitkan surat pemecatan.
Nah, kira kira beginilah analoginya kalau dihubung hubungkan dengan kisruh Helmy dan Dewas TVRI.
Jadi penulis beranggapan bahwa kisruh yang terjadi antara Helmy dan Dewas TVRI adalah masalah internal dan harus diselesaikan secara internal.
Dewas TVRI seharusnya mencabut dulu surat penonaktifan Helmy, dan agar dapatnya memberikan kesempatan hak jawab dan hak membela diri terlebih dahulu kepada Helmy.
Bila nanti Helmy memang tidak bisa mempertanggung jawabkan apa apa yang dituduhkan Dewas TVRI maka penonaktifan dapat diberlakukan.