Ratusan anak, cucu maupun cicit perusahaan di dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya tersiar ke publik.
Publik harus menerima kenyataan, ternyata Satu BUMN memiliki ratusan anak, cucu dan cicit perusahaan sehingga terbentuklah sistem konglomerasi yang tidak semestinya.
Publik harus menerima kenyataan pahit, ternyata ada semacam kerajaan bisnis konglomerasi yang terbentuk di BUMN. Â Bahkan banyak pejabat BUMN disinyalir turut merangkap jabatan disejumlah anak, cucu maupun cicit perusahaan di BUMN tersebut.
Tentunya dari rangkap jabatan disejumlah anak, cucu maupun cicit perusahaan BUMN tersebut, maka berlipat-lipat pundi emas penghasilan dari besaran gaji yang diterima semakin menebalkan kantong pribadi para pejabat BUMN.
Belum lagi penghasilan yang diterima dari fee atau komisi keuntungan dalam setiap kesuksesan bisnis dan proyek ataupun komisi-komisi keuntungan usaha yang lainnya.
Berlatar dari ini semua, para pejabat BUMN ini akhirnya menjelma menjadi para konglomerat-konglomerat kelas kekap. Hidup penuh kemewahan dan bergelimang harta dan mencengkramkan kuasa dalam kerajaan konglomeratisasi yang terbentuk dari sistem konglomerasi perusahaan BUMN.
Namun yang sangat begitu menyakitkan adalah, publik harus menerima realita bahwa anggaran dan dana yang di bisniskan para punggawa-punggawa BUMN tersebut adalah berasal dari uang negara atau uang rakyat.
Yang jelas dari sejumlah ratusan anak, cucu, dan cicit perusahaan BUMN tersebut bila ditelusuri lebih jauh kedalam maka didapatkan realita, bahwa muara awal permodalan dari jenis usaha yang dijalankan adalah berasal dari perusahaan induk semangnya.
Lagipula dalam hal sebagai induk semang perusahaan maka perusahaan induk atau Holding Company terbatas hanya berfungsi sebagai fungsi kontrol saja atau hanya memiliki hubungan afiliasi saja.
Meskipun ada keuntungan yang disumbanghsihkan bagi perusahaan induk namun keuntungan yang dihasilkan anak, cucu, dan cicit perusahaan sebagian besarnya tetap menjadi keuntungan perusahaan tersendiri.
Pantas saja sejumlah BUMN banyak yang nyaris bangkrut, karena ternyata modalnya banyak yang di bisniskan diluar perusahaan BUMN. Â