Penegakan hukum di Indonesia nampaknya mulai memasuki masa-masa suram. Berbagai kasus-kasus pelanggaran HAM, Kasus Korupsi, dan berbagai kasus Hukum lainnya banyak yang masih belum terselesaikan.
Dalam hal menyoal hukum memang penulis mengakui, bahwa persoalan hukum masih sangat awam penulis ketahui, namun berlatar dari perkembangan hukum yang berlangsung saat ini penulis mencoba menyuarakan sesuai isi hati dengan mengungkapkan adanya ketidak beresan supremasi hukum saat ini.
Berbagai putusan dan proses hukum yang berjalan, nampaknya mulai tidak sejalan dengan amanah sejati Konstitusi, banyak yang dinilai cacat di mata hukum dan konstitusi, apalagi bila RUU hukum yang terbaru diberlakukan sepertinya harga diri hukum semakin jatuh ke titik terendah peradaban hukum di negeri ini.
Bahkan malah ada saja putusan hukum yang telah dijatuhkan justru banyak menuai beragam kontroversi publik karena tidak seperti yang diharapkan yaitu menjunjung tinggi supremasi hukum dan amanah konstitusi.
Seperti halnya salah satu contoh kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan yang tak kunjung tereselesaikan, dan berlarut-larut hingga entah kapan dapat diselesaikan.
Padahal kasus Novel Baswedan ini menjadi sorotan publik dan sangat butuh diselesaikan demi tegaknya keadilan dan supremasi hukum yang berlaku di Indonesia.
Malah yang lebih lucu lagi, dari kasus Novel Baswedan ini ada pihak yang melaporkan ke kepolisian bahwa peristiwa penyiraman air keras tersebut adalah rekayasa.
Sang pelapor yang dengan gagah beraninya menuding tersebut adalah Dewi Tanjung atau Dewi Ambarwati mantan pesinetron yang beralih menjadi politisi dan sekarang sebagai bagian dari wakil rakyat.
Sungguh tak elok Dewi Tanjung yang notabene Anggota DPR RI ini malah semakin merusak tatanan proses hukum yang sedang berjalan ini, apalagi motifnya melaporkan tersebut dinilai tidak berdasar dan banyak dibantah oleh publik.
Tak pelak Dewi Tanjung jadi sasaran kritik keras para netizen dan publik, yang mendukung penuh penyelesaian kasus Novel Baswedan secepatnya.
Oleh karena itu, pihak yang berwenang harus menuntaskan kasus Novel Baswedan ini dengan segera, perintah Presiden RI Jokowi sudah jelas, selesaikan kasus ini, maka selesaikanlah jangan ditunda-tunda.
Begitu juga kasus hukum yang lainnya harus diselesaikan seadil-adilnya sesuai supremasi hukum dan amanah konstitusi sehingga jelas bagaiamana putusannya.
Yang jelas, berlatar dari berbagai fakta yang ada maka berbagai kasus hukum yang belum terselesaikan hingga sekarang ini, mencerminkan bahwa supremasi hukum di negeri ini sedang mengalami fase kemunduran. Harga diri hukum di Indonesia saat ini sedang dipertaruhkan, bagaimana kualitasnya kedepan.
Dalam konsepsi kenegaraan, keadaan kondisi hukum yang berlangsung hingga sekarang ini tidak boleh dibiarkan. Apalagi untuk negara yang berkedaulatan rakyat dan berkedaulatan hukum seperti Indonesia.
Karena bila banyak kasus hukum yang berlarut-larut penyelesaiannya akan dapat menyebabkan terbentuknya suatu tirani hukum, yaitu suatu keadaan di mana pada akhirnya hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan dan kesewenang-wenangan semata
Hukum yang berlaku semakin dirasakan terlalu membatasi kebebasan rakyat, rakyat menjadi tidak nyaman, tenang dan bahagia karena hukum banyak mencampuri aspek-aspek yang kecil dan sangat pribadi dalam kehidupan manusia tapi minim penyelesaian yang umumnya banyak melibatkan para pejabat publik.
Sehingga hukum pada akhirnya hanyalah dijadikan sebagai alat penekan dengan mengatas namakan supremasi hukum dan menjadi alasan sebagai alat pembenaran belaka tanpa menghargai sejatinya supremasi hukum yang sebenarnya.
Konfigurasi penegakan hukum yang terjadi menjadi tidak demokratis dan terkesan otoriter, sehingga dari keberlangsungan hukum yang berjalan saat ini, dapat diduga bahwa produk-produk hukum yang lahir semakin mengarah pada produk-produk hukum yang konservatif, ortodoks, dan bahkan elitis.
Bila semua ini terus menerus berlangsung tanpa adanya kesadaran yang besar dari pihak penyelenggara hukum baik pemerintah maupun negara maka hal ini sangat berpotensi semakin menurunkan harga diri hukum di Indonesia.
Disamping itu, semakin membuat masyarakat semakin skeptis dan pesimis serta yang lebih mengkhawatirkan adalah, semakin hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintah dan negara secara umumnya.
Kondisi ini sangat rawan dan berpotensi merusak tatanan hukum dan tatanan negara yang berkedaulatan rakyat, maka jangan sampai semua ini menjadi embrio lahirnya produk-produk hukum kontroversial lainnya yang justru tidak sejalan dengan semangat negara hukum dan amanah konstitusi.
Sejatinya hukum perundang-undangan Indonesia sesungguhnya menginginkan lahirnya produk-produk hukum yang responsif, yaitu produk hukum yang mengedepankan kejujuran prosedural dan keadilan substansial.
Produk hukum yang mencerminkan aspirasi masyarakat, menggunakan pendekatan hukum yang sistematik dalam penyusunannya, mengacu pada asas dan kebijakan terpadu, mengedepankan pendekatan sosial, moralitas sipil dijadikan sebagai pembatas kekuasaan negara, hingga hadirnya integrasi yang sejalan antara aspirasi hukum dan politik.
Saat ini masyarakat hanya bisa mendorong pemerintah untuk mengembalikan harga diri hukum sesuai dengan sejatinya supremasi hukum yang sejalan dengan amanah konstitusi.
Semoga saja kekhawatiran dan potensi semakin suramnya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia tidak terjadi, semoga hukum di negeri ini tetap memegang teguh amanah Konstitusi negara dan harga diri hukum tidak tercabik-cabik oleh tirani hukum.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H