Ditengah beban kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi, sejumlah tarif layanan publik mengalami kenaikan, masyarakatpun menjerit. Â
Berbagai alasan pemerintah digulirkan berkaitan dengan kenaikan layanan publik tersebut, seperti karena defisit anggaran ataupun ketidak sesuaian tarif yang diberlakukan, serta bermacam alasan lainnya.
Namun yang pasti bila masyarakat ditanya, apakah kenaikan tarif berbagai layanan publik tersebut membebani ataukah tidak membebani, maka hampir 100 persen pasti akan akur menjawab, bahwa kenaikan sejumlah tarif tersebut sangat membebani.
Tentu saja hal yang logis bila masyarakat banyak berkeluh kesah mengenai kenaikan tarif tersebut, meskipun ada yang pro dengan keputusan tersebut, tapi pada dasarnya tetap saja kenaikan tarif sejumlah layanan publik terebut menambah beban yang menyulitkan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
Padahal program pemerintah yang digulirkan banyak yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat tapi bila semakin dihadapkan dengan berbagai kenaikan tarif layanan publik tersebut, nampaknya program yang digulirkan pemerintah tersebut kurang sejalan dengan tujuan mensejahterakan masyarakat.
Seperti halnya kenaikan tarif BPJS, PLN, Tarif Tol dan mungkin nanti merembet pada kenaikan tarif lainnya akan semakin menambah suram buruknya tingkat profesionalitas para pengelola layanan publik tersebut.
Sejatinya kondisi defisit anggaran tersebut merupakan gambaran nyata bahwa telah terjadi ketidakberesan dalam mengelola BUMN maupun Perusahaan Negara lainnya.
Sehingga terkait hal ini, semakin menguak kepada ruang publik ada sistem yang salah dalam pengelolaannya.
Lihat saja, keberadaan BPJS yang terus merugi dan defisit sejak tahun 2014 hingga sekarang dengan angka trilyunan rupiah, PLN yang juga terus merugi, belum lagi perusahaan negara lainnya seperti Garuda Indonesia yang turut menyumbangkan kerugian.
Padahal para BUMN banyak dimotori oleh para punggawa-punggawa hebat dan berkelas, tapi mengapa selalu saja mengalami defisit anggaran?
Lalu, malah ada BUMN yang menyudutkan masyarakat, karena adanya alasan tunggakan iuran dan ketidak sesuaian tarif yang diberlakukan, seolah-olah rakyatlah yang paling bersalah dengan terjadinya defisit anggaran di sejumlah BUMN tersebut.