Temaram senja mulai turun di punggung bukit.Perlahan kabut tipis mulai beranjak menebal iringi malam.Â
Di kala itu waktunya purnama.
Aroma kopi panas yang berpadu dalam secangkir gelas menjadi teman karibku di pendopo sebuah gubuk.
Uap panasnya mulai mengalir menyatu dengan udara dingin yang mulai menusuk ke tulang.
Setiap tegukan demi tegukannya menghalau rasa dingin yang semakin membelenggu tubuh.
Membuat rasa ingin beranjak pergi.
Namun belum saatnya untuk beranjak pergi.
Karena purnama belum juga tiba.
Secangkir kopi tinggal separuh dan mulai dingin.
Kabutpun semakin tebal melukis langit.Â
Membuat purnama seolah tak ingin menampakan dirinya.
Kuhabiskan kopi dinginku dan beranjak pergi.
Biarlah esok malam lagi ku nanti purnama.
Semoga esok ku jumpai purnama yang indah.
Sigit.