Balikpapan (27/4), Rencana Negara Malaysia membentuk Federasi Malaysia menimbulkan Konfrontasi politik antara Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mencanangkan Operasi Dwikora atau Operasi Dwi Komando Rakyat.
Kemudian TNI sebagai Komando Tertinggi saat itu segera membentuk Komando Siaga untuk menghadapi konfrontasi tersebut. Operasi awal khusus, gerilya dan penyusupan dilakukan.
Selanjutnya 3 Anggota TNI dari KKO TNI AL yaitu Usman, Harun (nama samaran) dan Gani berhasil menyusup ke Singapura.
Sementara itu identitas dari Usman dan Harun adalah sebagai berikut, sebagai Usman yaitu Serda KKO Djanatin lahir 18 Maret 1943 di Purbalingga, Jawa Tengah. Sebagai Harun yaitu Kopral Satu Thohir lahir 4 April 1947 di Bawean Surabaya.
Usman dan Harun yang tergabung dalam tim Brahmana I bertemu rekannya Gani di pulau Sambu Riau. Selanjutnya tanggal 8 Maret 1965 mereka menyusup menuju sasaran dengan menggunakan perahu karet dan membawa bahan peledak 12,5 Kg untuk melaksanakan misi Dwikora yang diemban menghancurkan sasaran yang sudah ditentukan.
Menjelang pagi hari tanggal 9 maret 1965 mereka berhasil menyusup masuk ke Singapura dan menuju sasaran ledak yaitu bangunan penting yang vital ditempat itu yaitu di Hotel Mc Donald House dan memasang peledak ditempat itu dan berhasil diledakan pada tanggal 10 Maret 1965.
Setelah peristiwa ini pihak militer dan aparat keaman Singapura memperketat pengamanan dan segera memburu ketiganya yang telah terdeteksi dari berbagai Informasi intelejen Singapura tentang ketiganya.
Usman dan Harun memutuskan tim dibagi dua, mereka menyarankan Gani untuk mencari jalan lain agar strategi memecah konsentrasi dapat berjalan.
Sebenarnya Usman dan Harun sempat lolos dari pelabuhan Singapura dengan menggunakan motorboat, namun ditengah perjalanan boat tersebut macet sehingga merekapun tertangkap oleh patroli laut Singapura. Ini terjadi tanggal 13 Maret 1965. Sedangkan Gani berhasil lolos dari kejaran Aparat Militer Singapura.
Akhirnya Usman dan Harun ditangkap dan ditahan. Setelah beberapa bulan ditahan, pada tanggal 4 Oktober 1965, mereka diajukan ke Pengadilan Tinggi Singapura dengan tuduhan melanggar International Security Act atau Undang undang Keamanan Dalam Negeri dengan dalih atas dasar Emergency Regulations 1964 (Criminals Trials), dan pada tanggal 20 Oktober 1965 pengadilan Singapura menjatuh hukuman dengan tuntutan hukuman mati.
Segala upaya pemerintah Indonesia berusaha untuk meminta kepada pihak Singapura agar diberlakukan status tawanan perang bukan sebagai kriminal ditolak. Dan pada akhirnya keduanya harus tetap dihukum mati.