Minggu sore bersama keluarga saya berjalan-jalan ria ke kawasan Melawai Balikpapan, kawasan ini sangat terkenal dan menjadi salah satu icon dan pilihan sebagai Destinasi Wisata warga kota Balikpapan. Baik tua, muda dan anak - anak selalu memadati kawasan Melawai yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Balikpapan ini, bahkan setiap hari selalu ramai saja akan masyarakat.
Dikawasan ini terdapat lapangan Merdeka, Gedung olah raga banua patra dan Gedung kolam renang patra, dan kawasan kuliner pantai Melawai Balikpapan, beberapa ratus meter kemudian juga terdapat Pelabuhan Laut Semayang dan Pangkalan TNI AL Balikpapan dan yang paling menarik adalah pesona Seview laut dan pulau Tukung balikpapan dan ceritanya yang melegenda.
Ada satu cerita mitos dan legenda cerita rakyat tentang pulau Tukung yang beredar di masyarakat bahwa sekira abad ke-18 di daerah Tanah Pasir telah ada suatu kerajaan dengan sistem pemerintahan yang terstruktur rapi. Wilayah kerajaan yang rakyatnya hidup makmur dan sejahtera ini meliputi daerah yang sangat luas hingga ke bagian selatan Pulau Kalimantan. Adapun letak kerajaannya sendiri berada di dekat pantai yang sangat strategis karena mengandung hasil alam berupa perikanan yang cukup besar. Rajanya bernama Aji Muhammad dengan gelar kebangsawaan Sultan.
Sultan Aji Muhammad memiliki seorang puteri bernama Aji Tatin yang menikah dengan seorang bangsawan dari daerah Kutai. Agar kelak hidupnya tetap berkecukupan, Aji Tatin memohon pada ayahandanya agar memberikan warisan. Oleh Sultan Aji Muhammad, Aji Tatin kemudian diberikan warisan berupa sebidang tanah luas di sebuah teluk. Area itu belumlah ramai dan baru dihuni oleh beberapa keluarga saja, namun memiliki potensi yang sangat besar khususnya di bidang kelautan.
Selain itu, Sultan Aji Muhammad juga memberikan pasukan untuk membantu Aji Tatin mengelola wilayahnya. Di antara pasukan ini ada beberapa yang menjadi orang kepercayaan Aji Tatin. Suatu hari orang-orang kepercayaan ini diperintahkan untuk memungut upeti berupa papan kayu dari mayarakat yang ada di pulau-pulau kecil sekitar wilayah kekuasaannya. Tetapi setelah upeti terkumpul dan hendak pulang, datanglah angin topan yang disertai gelombang ganas. Akibatnya, perahu yang mereka gunakan terombang-ambing tidak tentu arah dan akhirnya terhempas lalu karam di sebuah pulau karang. Pulau itu semakin lama semakin membesar dan akhirnya dinamakan sebagai Pulau Tukung," diceritakan kembali oleh epeng.
Seperti itulah legenda yang menjadi cerita hingga sekarang, namun tak hanya itu ada mitos lain yang berkembang juga tentang adanya makam keramat di pulau Tukung seperti yang diceritakan oleh ibu Hj Mastiah yang merupakan kuncen makam keramat tersebut bahwa pada zaman penjajahan Belanda, makam ini coba dihancurkan yaitu dengan cara dilempar menggunakan granat oleh seorang tentara Belanda namun yang terjadi justru diluar dugaan, malah sang tentara Belanda tersebutlah yang tewas.
Makam keramat ini pada mulanya berada di tengah laut, namun karena aktivitas transportasi serta adanya pelabuhan laut Semayang maka makam ini dipindahkan ke daratan yaitu pulau Tukung di tempat yang sekarang, makam tersebut merupakan makam dari seorang Ulama terkenal turunan Habib dengan nama Syarifah Mariam Al Idrus