Mohon tunggu...
Adhi Pram
Adhi Pram Mohon Tunggu... -

Adalah seorang yang antusias dengan dunia pengembangan sumber daya manusia dengan media alam terbuka. Menggemari dunia desain grafis. Menyukai buku bagus dan komik bermutu. Berselera bagus dalam hal makanan. Mencintai kegiatan bermain di gunung, hutan, dan juga pantai yang masih perawan. Terakhir, sangat cinta Indonesiaaaa...!!! :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Modus Anomali: Momen Aha! yang Hilang

29 April 2012   09:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:58 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Baru tadi malam saya menontonton film ini. Jujur saja, ketertarikan menonton film ini akibat eksposur yang begitu hebat di social media. Apalagi banyak sineas yang memuji film ini dengan mengatakan bahwa akhir dari film ini tidak terduga sama sekali, sekaligus membawa kejutan yang lebih hebat daripada prekuelnya, "Pintu Terlarang". Film berbahasa Inggris ini dibuka dengan si tokoh yang bangkit dari kuburnya di tengah hutan pinus. Dalam kebingungan akibat dikubur hidup-hidup si tokoh mencoba menelepon operator dari ponsel yang ada dalam celananya. Tak disangka, ia lupa siapa namanya ketika ditanya. Si tokoh mencoba berjalan menembus hutan dan akhirnya menemukan sebuah kabin di mana ia menemukan sebuah rekaman video yang menggambarkan sebuah pembunuhan keji terhadap sosok wanita yang sedang hamil. Dalam keadaan ngeri, ia malah menemukan sosok wanita itu yang kini telah menjadi mayat di dalam kabin. Kalut dengan keadaan itu ia kembali lari ke dalam hutan dan bersembunyi. Ketika ia merogoh dompetnya ia menemukan kartu identitas bergambar dirinya dan nama John Evans (Rio Dewanto). Tak hanya kartu identitas, ia juga menemukan foto keluarga di mana terdapat wanita yang terbunuh itu dan kedua anaknya. Ia lalu kembali menjelajah hutan itu dan menemukan kabin lain yang tak berpenghuni. ketika sedang melihat barang-barang apa yang bisa ia gunakan untuk menyelamatkan diri, ia mendengar suara-suara dari luar kabin. Ketakutan, ia lalu bersembunyi dalam sebuah peti besar. Tak disangka, sesosok misterius masuk ke dalam kabin dan malah memaku peti tersebut, lalu membakarnya. Namun John berhasil meloloskan diri dan kembali ke kabin di mana ia menemukan wanita yang terbunuh. Ia juga menemukan video lain yang menggambarkan kebahagiaan keluarga tersebut ketika baru tiba di kabin tengah hutan itu. Bahkan ada salah satu video close-up di mana John berbicara sendirian sebagai Ayah dari keluarga tersebut. Di tengah-tengah momen, John melihat sosok misterius yang memandangi dari semak-semak di luar jendela. Dengan marah John mengejar sosok tersebut untuk mendapatkan kedua anak yang hilang. Antara takut dan marah, John akhirnya menyiapkan jebakan bagi sosok misterius yang telah menerornya itu. Berhasilkan John menjebak sosok misterius itu? Bagaimana nasib kedua anak itu? Lalu siapakah sosok pembunuh keji itu? Tentunya Anda harus menyaksikan sendiri kelanjutan film ini di bioskop. Di bagian selanjutnya, sutradara Joko Anwar membuat satu twist yang membuat sebagian besar penonton tidak menyangka ujung cerita film ini. Namun jika Anda maju sedikit dari setengah film yang sudah tergambarkan di atas, Anda sebenarnya sudah bisa menebak ujung cerita. Kalau Anda pernah menyaksikan film lawas "Fight Club", Anda pasti bisa menebak ujung cerita Modus Anomali dengan mudah. Apalagi ketika Fight Club membuat twist di bagian akhir sekali dari film, Joko Anwar malah membuatnya di setengah akhir film. Dari skala 1-10 saya memberi nilai 7 untuk film ini. Not bad, but not great also. Selain idenya yang segar bagi penulisan skenario, film ini memiliki banyak kekurangan yang membuat pengalaman penonton mengikuti cerita justru jadi terasa tawar. Yang pertama sekali adalah tempo. Tempo film yang lambat sampai setengah film, jujur saja, membuat saya agak mengantuk. Excitement di awal dengan cepat menghilang. Kedua, pengambilan gambar yang mengganggu. Dengan kamera yang hampir tiap waktu bergerak membuat penonton cukup pusing. Pengambilan gambar yang berusaha untuk close-up membuat gambar menjadi cacat dan seolah-olah didokumentasikan dengan handycam. Di beberapa scene ditemukan pola zoom yang kasar sekali. Bahkan ada scene di mana bayangan kamera tertangkap dalam gambar. Untuk sutradara sekelas Joko Anwar yang dikenal idealis, pengambilan gambar Modus Anomali sangat-sangat ceroboh. Keputusan untuk membuat gambar dinamis toh tidak menghasilkan efek yang signifikan bagi penonton. Bahkan sebetulnya banyak sekali scene yang bisa diambil dengan still camera. Hasilnya, pengambilan gambar terlihat tak memiliki konsep. Jika ini dihubungkan dengan sudut pandang tokoh, toh eksekusinya tidak pernah konsisten. Coba perhatikan ketika kamera mengikuti John yang lolos dari maut dengan menggali lubang keluar. Kamera yang mengikuti gerakan John dari belakang malah terlihat bodoh dan tidak memunculkan makna visual apapun. Yang menjadi kelemahan lain dari film ini terletak pada detail-detailnya. Misalnya ketika John kaget saat menemukan mayat wanita setelah melihat video pembunuhan, padahal sekilas saja penonton dapat melihat bahwa tak ada ruangan lain dalam kabin itu dan mestinya ketika masuk mayat wanita itu sudah terlihat jelas. Scene lain yang sangat cacat adalah saat John muntah di tengah hutan, dan muntahannya terlihat dialirkan dari sebuah selang. Perhatikan juga bagaimana John harus melepaskan anak panah yang menancap di lengannya. Metode penanganannya benar namun dalam gambar terlihat sangat palsu. Lalu John menemukan t-shirt dari si anak yang sengaja diletakkan di tanah dengan motif yang sama sekali tak jelas mengapa si anak harus melepaskan bajunya. Selain itu kekurangan dalam detail pencahayaan juga menjadi catatan tersendiri. Memang tak mudah menangkap gambar dalam keadaan minim cahaya. Dan kekurangan terbesar dari semuanya adalah twist dari film ini ditampilkan dengan begitu gamblang, panjang, teratur, dan detail sehingga kontan menghilangkan pengalaman menonton yang menyenangkan. Kekacauan ini menyebabkan momen "Aha!" yang muncul akhirnya menguap sia-sia dan tak meninggalkan jejak. Lalu apakah film ini masih layak untuk disaksikan di bioskop? Dengan semangat untuk tetap mendukung karya sineas lokal yang bagus, jawabannya adalah ya. Ide di balik cerita film, akting yang cukup baik, ketidakbiasaan untuk menggunakan bahasa Inggris, dan jalinan cerita yang cukup padu membuat film ini masuk ke dalam kriteria film-film kreatif yang patut mendapatkan penghargaan. Selamat menonton!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun