Asisten rumah tangga (ART) mudik? Pastilah bikin pusing. Beberapa pekerjaan rumah jadi terbengkalai, apalagi untuk mereka yang harus tetap bekerja ketika menjelang atau setelah Lebaran. Kita semakin pusing jika ternyata sang ART kemudian memutuskan untuk tidak lagi bekerja pada kita. Dalam keadaan darurat, kita kerap terdorong untuk menggunakan ART sementara, atau yang kerap disebut infal. Syukur-syukur sang infal mau untuk seterusnya menjadi ART tetap.
Namun di zaman edan ini memilih infal atau ART adalah perkara yang cukup rumit. Tak ada jaminan pasti sekalipun sang ART berasal dari yayasan penyalur. Kalaupun bisa dipercaya, bayarannya cukup tinggi dan tak semua keluarga mampu untuk membiayai. Alternatifnya adalah info dari mulut ke mulut. Jika beruntung, Anda akan mendapatkan orang yang terpercaya. Jika tidak, maka mungkin saja mendapatkan orang yang malah menghancurkan kepercayaan kita. Seperti yang kami alami.
Namanya adalah AI NURLATIPAH, biasa dipanggil “Ai”. Mengaku berasal dari Tasikmalaya namun tinggal di Ujung Genteng, Sukabumikarena ikut dengan suami ke-2-nya. Kami mendapatkannya lewat mantan ART kami, yang terpaksa harus pulang karena satu hal. Kebetulan mereka masih satu kampung dan ada hubungan kerabat, walaupun sebetulnya mantan ART kami praktis tidak tahu sepak terjang orang ini karena bukan keluarga dekat.
[caption caption="KTP AI NURLATIPAH"][/caption]
Karena saat itu keadaannya cukup mendesak, akhirnya kami terima lah Ai bekerja, sekaligus ingin saling menolong. Sebelumnya kami diberi tahu tentang keadaan satu kakinya yang pincang. Namun kami bersikap positif karena yakin dia mampu bekerja seperti orang biasa. Lagipula riwayat kerjanya cukup membuat kami memutuskan menerimanya. Jadi lah Ai mulai bekerja di rumah kami sejak Februari 2015.
Dalam riwayat kerjanya Ai mengaku pernah bekerja di Sukajadi (?) Bandung dan kemudian keluar karena ia tidak terima karena telah dituduh mencuri uang oleh rekan sesama ART di rumah tersebut. Ia juga mengaku beberapa kali pernah menjadi infal ketika masa-masa Lebaran dan sudah sering menangani anak-anak. Ia juga mengaku berjualan (?) di kampungnya.
Dalam bekerja kinerjanya cukup baik, terutama dalam mengasuh anak kami. Tak terlalu banyak keluhan kami kecuali untuk kebiasaannya yang sangat sering bertelepon ria sembari mengasuh anak. Menurut keterangannya dia bertelepon ria dengan suaminya. Setiap bertelepon ria,nada bicaranya selalu mesra, bahkan agak genit. Agak janggal untuk pasangan yang—menurut pengakuannya--sudah memiliki anak perempuan usia 8-9 tahun masih berbicara di telepon seperti itu, dan sesering itu.
Baru sebulan bekerja, tiba-tiba Ai minta mudik dengan alasan akan mengurus surat pengajuan kredit untuk membeli sawah di kampungnya. Yang tidak menyenangkan, pemberitahuannya mendadak sekali dan ia memaksa untuk tetap pulang, dengan janji hanya butuh waktu 3 hari saja. Sebelumnya sudah kami yakinkan untuk menunda kepulangannya, karena tak mungkin cukup 3 hari mengurus surat-surat resmi karena saat itu akhir minggu. Selain itu, kami juga agak kerepotan karena akan mengganggu agenda lain yang sudah kami siapkan cukup lama.
Karena Ai terus memaksa, akhirnya kami relakan kepulangannya, dengan perjanjian ia akan kembali seperti yang dijanjikan. Untuk meyakinkan kami,Ai memberi tahu kami ia akan berangkat bahkan sejak pagi buta di hari pertama kepulangannya ke kampung, supaya katanya tidak membuang-buang waktu. Benar saja, ia pamit sejak sebelum subuh untuk katanya menuju ke titik pertemuan dengan mobil travel yang akan mengantarnya ke kampung.
Ia menolak diantarkan ke titik pertemuan tersebut dengan alasan sudah ada yang mengantar, yaitu ART tetangga. Agak janggal karena kami heran mengapa ART tetangga sampai mau mengantarkan pada dini hari? Apa yang akan dikatakan tetangga kami, sang majikan? Yang aneh saat itu tak terlihat batang hidung sang ART tetangga, namun Ai tetap pamit. Terasa aneh, tapi kami memilih untuk tidak memusingkan hal tersebut pada saat itu.