Mohon tunggu...
Adhi Pram
Adhi Pram Mohon Tunggu... -

Adalah seorang yang antusias dengan dunia pengembangan sumber daya manusia dengan media alam terbuka. Menggemari dunia desain grafis. Menyukai buku bagus dan komik bermutu. Berselera bagus dalam hal makanan. Mencintai kegiatan bermain di gunung, hutan, dan juga pantai yang masih perawan. Terakhir, sangat cinta Indonesiaaaa...!!! :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Katakan Tidak (Lagi) Pada BlackBerry!

19 September 2013   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:39 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita rilis BlackBerry Messenger (BBM) ke platform Android & iOS memicu saya membuat tulisan ini. Menurut saya ini adalah saat yang tepat bagi mereka yang “tersesat” dalam ekosistem BlackBerry untuk keluar sepenuhnya. Terdengar sinis? Tentu saja. Tulisan ini dibuat sepenuhnya subjektif atas ketidaksukaan saya pada industri dan ekosistem yang bernama BlackBerry.

Mengapa saya begitu membenci BlackBerry?

Saya mengenal BlackBerry awal sekali di tahun 2003. Seingat saya yang pertama membawanya ke Indonesia adalah Indosat, namun kala itu hanya segelintir orang yang tahu perangkat yang disebut “smartphone”, yang fitur utamanya adalah push-mail itu. Lalu Telkomsel ikut memasarkan perangkat ini. Dari seorang teman di Telkomsel saya baru betul-betul mengenal perangkat ini.

Saya begitu terpukau ketika teman saya bilang, “Nggak perlu ngasih tau kalo lo udah kirim e-mail. Gue tau kok, dan gue bisa buka di mana pun”. Bagaimana saya tidak terpukau, saat itu saya masih menggunakan feature phone, yang cuma bisa komunikasi suara dan teks. Kalaupun akan mengakses internet masih sulit sekali dengan protokol WAP dan koneksi 2G.

Tahun 2005-2007 BlackBerry makin dikenal kalangan korporat, dan perangkat ini akhirnya benar-benar booming di tahun 2009 setelah fitur trackpad dikenalkan. Sejak saat itu BlackBerry menjadi perangkat sejuta umat di mana PIN dan BBM menjadi yang utama. Operator-operator menjual paket sosial yang lebih banyak pelanggannya ketimbang paket full service yang bisa mengakses e-mail. BBM akhirnya menggantikan fungsi SMS sepenuhnya dan push-mail terpinggirkan hanya untuk kalangan korporat.

BlackBerry menjadi raja di dunia smartphone. Mulai dari kalangan mahasiswa hingga Presiden Obama menggunakan perangkat ini. iPhone 3G yang hype di tahun 2008 pun tak sanggup menggoyahkan dominasi BlackBerry di tanah air. Pemerintah bahkan memberikan perhatian istimewa pada BlackBerry sehubungan dengan keberadaan servernya yang ada di Kanada dan tidak dapat diakses negara manapun.

Namun satu per satu masalah mulai muncul. BBM digunakan sebagai sarana komunikasi teraman untuk para koruptor & teroris yang sedang diburu di berbagai negara. Server BlackBerry juga kerap crash. Akibatnya komunikasi macet. India adalah salah satu negara yang berhasil memaksa BlackBerry membuat server di India agar komunikasi tidak sering macet sekaligus datanya dapat diakses oleh pemerintah.

Indonesia? Negara ini hanya berhasil memaksa BlackBerry membuat after sales service di Indonesia. Selebihnya pemerintah sampai harus mengemis-ngemis agar pabrik dan server juga dibuat di Indonesia. Namun dengan jumawa, semua permintaan itu ditolak hingga hari ini. Bayangkan, di tahun ini saja server BlackBerry sudah 3 kali mengalami crash. Akibatnya bisa ditebak, pengguna BBM teriak-teriak akibat komunikasinya macet.

Pengguna BlackBerry di Indonesia mengalami kebergantungan besar pada fitur BBM ini. Mereka kerap uring-uringan apabila huruf “R” belum muncul di indikator pesan. Fitur broadcast message juga menjadi sampah karena menjadi ajang iklan. Lebih buruk, broadcast message digunakan untuk menyebarkan berita-berita hoax, foto-foto kecelakaan, dan berita tak penting lainnya yang akhirnya dirasa sangat mengganggu.

Yang membuat kesal adalah ketimbang nomor telepon orang selalu bertanya, “PIN lo apaan?”. Apalagi gunanya mereka bertanya seperti itu jika tidak semata-mata untuk BBM? Mereka meminta PIN seperti itu bahkan sebelum bertanya apakah orang tersebut menggunakan BlackBerry. Mereka berdalih nomor telepon tidak lagi penting dan PIN justru lebih baik karena bersifat pribadi dan terseleksi.

Saya dulu sempat memiliki beberapa peserta pelatihan yang terpisah jauh dari kelompoknya di lahan yang berbukit. Ketika saya minta untuk menghubungi temannya tidak ada yang bisa karena pesan BBM tidak delivered. Ketika diminta menelepon, mereka juga tidak sanggup karena hanya memiliki nomor PIN temannya. Sejak saat itu saya merasa perangkat ini justru menyebabkan penggunanya jauh dari kategori “smart”.

Dari sana saya mulai menyadari perangkat yang diklaim sebagai smartphone pertama ini justru memiliki banyak sekali kekurangan, terutama yang berhubungan dengan koneksi dan aplikasi. Apalagi di lahan sebelah, iPhone membuat kategori baru sebagai smartphone yang lebih ramah pengguna dan kaya aplikasi. Langkah yang kemudian disusul Android.

Ekosistem teknologi dunia sudah berubah dari web-based menjadi mobile-based. Saya yang bekerja di lapangan sangat mengandalkan berkomunikasi berbasis data. Saya sering sekali mengalami kesulitan berkomunikasi berbasis data karena rekan saya yang menggunakan BlackBerry tidak mampu mengirim e-mail, atau bahkan menggunakan peta digitalnya hanya karena kebanyakan dari mereka hanya bermodalkan paket sosial, bukan paket lain yang lebih berguna untuk pekerjaan.

Saya pernah menjadi peserta satu forum bincang-bincang yang menghadirkan komunitas iOS, Android, Nokia, dan BlackBerry. Selama acara, komunitas iOS dan Android saling menyombongkan diri. Nokia yang saat itu Symbian-nya hampir mati dan dianggap tidak lagi termasuk smartphone pun masih bergigi dengan menampilkan aplikasi-aplikasi bawaan. Komunitas BlackBerry? Tenggelam hampir tak bersuara karena praktis tidak ada yang bisa dipamerkan.

Di saat platform lain bertabur aplikasi, developer BlackBerry dalam negeri dipersulit untuk mendapatkan source code, bahkan ketika mencarinya di web pun berakhir tanpa hasil. Di saat platform lain menggunakan aplikasi chat cross-platform, pengguna BlackBerry masih banyak yang terbelakang dengan BBM-nya yang sering bermasalah. Di saat platform lain leluasa memainkan games dengan grafis ciamik di layar sentuhnya, pengguna BlackBerry cuma bisa gigit jari.

Di saat platform lain mengoptimalkan peta digital, pengguna BlackBerry harus pasrah dengan peta buta yang seadanya. Di saat perangkat lain berlomba dengan hardware & fitur yang semakin mencengangkan, pengguna BlackBerry masih sering mengeluh memorinya terlalu cepat tekor. Di saat platform lain menjual puluhan juta unit perangkat, BlackBerry malah tidak laku dan harga sahamnya terjun bebas.

Dari perangkat canggih yang dulunya digunakan wartawan-wartawan online, BlackBerry berakhir menjadi perangkat kelas bawah yang dianggap tidak bisa apa-apa di dunia smartphone. Pun begitu BlackBerry bergeming untuk membuat perubahan. Menciptakan perangkat kategori baru di awal tahun ini yang diharapkan bisa bersaing, alih-alih meningkatkan harga sahamnya, malah membuatnya semakin terpuruk.

Mengikuti Nokia yang telah dijual, kabar bakal dijualnya BlackBerry ke perusahaan lain pun berhembus kencang. Kemarin Sang CEO BlackBerry akhirnya mengumumkan bahwa aplikasi BBM akan dirilis di Android & iOS pada tanggal 21-22 September ini. Sebuah kabar yang sebetulnya telah lama wara-wiri di kalangan techno enthusiast.

Kabar yang dianggap blunder oleh banyak pihak. Karena jika BBM telah tersedia di perangkat lain apa lagi alasan kita harus menggunakan perangkat produksi BlackBerry? Dalam polling di beberapa situs web bahkan hasilnya menyebutkan bahwa keputusan ini justru membuat pengguna BlackBerry bakal beralih ke perangkat lain.  Selain itu ternyata banyak juga pengguna platform lain yang menyatakan tetap ogah menggunakan BBM karena aplikasi chat lain yang ada sekarang jauh lebih kaya fitur.

Banyak pengguna BlackBerry yang emoh berpindah perangkat dengan alasan perangkat smartphone lain mahal. Alasan itu jelas dibuat-buat karena ada perangkat Android dijual dalam berbagai rentang harga. Bahkan dengan harga sekitar 1,5 juta rupiah Anda bisa mendapatkan perangkat yang nantinya tetap bisa menjalankan aplikasi BBM.

Nah, sekarang terjawab mengapa saya begitu membenci BlackBerry. Dari perangkat superior, BlackBerry kini menjadi perangkat yang inferior dan minim fungsi. Bahkan dengan perangkat teranyarnya pun nilai saham BlackBerry tetap terpuruk. Dari perangkat yang diklaim paling aman, kini BlackBerry sudah ditembus oleh mata-mata NSA.

Lalu apa lagi yang membuat Anda bertahan menggunakan BlackBerry? Inilah saat yang paling tepat untuk berpindah. Karena teknologi tak akan berjalan mundur. Kecuali Anda yang memilih untuk tetap terbelakang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun