Mohon tunggu...
Gandi
Gandi Mohon Tunggu... -

Seorang yang senang menulis dan mendesain

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dua Tragedi Besar

15 Januari 2016   14:59 Diperbarui: 15 Januari 2016   16:55 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rentang waktunya cukup lama, 64 tahun. ‘Tragedi’ pertama terjadi pada tanggal hari Minggu, 16 Juli 1950, dan ‘tragedi’ kedua terjadi 64 tahun kemudian, tepatnya Rabu, 9 Juli 2014, kurang dari dua tahun lalu. Dengan melihat di kanal apa tulisan ini ditayangkan, anda tentu menangkap, tragedi apa yang dimaksud. Benar, dua kekalahan tim sepak bola Brasil di dua Piala Dunia yang dianggap sebagai ‘tragedi’ dan menjadi (seakan) monumental. Dua tragedi itu semuanya terjadi di ‘rumah’ mereka sendiri.

Tragedi pertama terjadi di Stadion Maracana dalam laga final round antara Brasil melawan Uruguay. Brasil menderita kekalahan mengejutkan 1 – 2 dalam laga itu yang membuat mimpi mereka mengangkat Piala Jules Rimet (nama trofi Piala Dunia ketika itu) di rumah sendiri sirna.

Di kemudian hari kekalahan itu dikenang secara pahit oleh masyarakat Brasil sebagai tragedi Maracanazo, atau tragedi yang terjadi di Stadion Maracana. Kekalahan yang takkan terlupakan.

Kekalahan itu begitu membekas dan sulit diterima masyarakat Brasil, karena bahkan sebelum pertandingan itu dimulai (ketika itu), pesta sudah disiapkan untuk menyambut kemenangan yang mereka anggap sudah tergenggam di tangan.

Sistem dalam Piala Dunia 1950 ketika itu berbeda dengan sistem Piala Dunia sebelumnya yang memakai sistem knock out. Kalah berarti pulang. Brasil ketika itu mengajukan sistem di mana 16 negara peserta dibagi menjadi 4 grup untuk babak penyisihan. Juara masing-masing grup di babak penyisihan tersebut akan saling bertemu dalam putaran final, dan tidak ada fase knock out. Pemimpin klasemen dari putaran finallah yang akan menjadi juara.

Brasil yang hanya membutuhkan hasil seri untuk merengkuh Piala Jules Rimet pertamanya menganggap bahwa pertandingan hari itu formalitas saja. Hanya ‘ritual’ untuk pesta mereka yang sebenarnya, mengangkat Piala Dunia kali pertama di ‘beranda’.

Upacara yang disiapkan adalah upacara menyambut ‘kemenangan Brasil’. Dan (Konon) medali sudah diukir dengan nama-nama pemain Brasil. Meski di Piala Dunia sebelumnya tak ada tradisi pengalungan medali, tapi Brasil menyiapkan medali dalam ‘menyambut kemenangan mereka’.

Tapi apa yang terjadi di lapangan Minggu petang itu sungguh sesuatu yang tak pernah mereka pikirkan akan terjadi. ‘Suasana menang’ yang merebak sebelum pertandingan itu seketika raib seperti raibnya kabut. Gol Uruguay melalui Alcides Edgardo Ghiggia menit ’79 yang mengubah kedudukan menjadi 1 – 2 untuk Uruguay adalah ‘matahari pagi’ yang menghisap seketika ‘kabut halusinasi kemenangan’ Brasil.

Hampir 200 ribu penonton yang memadati tribun Stadion Maracana dibuat tak percaya dengan kenyataan bahwa gegap gempita kemenangan mereka telah sirna seketika. Tangis merebak karena kemenangan itu diambil dari mereka. Kegembiraan besar yang ditunggu-tunggu untuk dirayakan petang itu telah dicuri sebelas pemain Uruguay.

Perasaan sudah menggenggam kemenangan bahkan sebelum pertandingan berlangsung membuat masyarakat Brasil sulit menerima kenyataan bahwa akhirnya bukan kemenangan yang mereka genggam, melainkan kekalahan. Dan mereka menganggap bahwa kekalahan Minggu petang itu adalah aib.

Keadaan itu pula yang membuat upacara penyerahan piala dan pengalungan medali terlupakan. Mereka sibuk meratap sehingga Uruguay, pemenang sebenarnya, menerima piala mereka tanpa upacara yang gegap gempita. Jules Rimet, Presiden FIFA kala itu yang namanya juga dipakai untuk menamai trofi, menyerahkan trofi tersebut langsung ke para pemain Uruguay tanpa memanggil mereka ke podium kehormatan. Tak pula ada pengalungan medali, karena tak ada medali yang dipersiapkan untuk mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun