Akhir pekan lalu saya merasa agak gembira ketika dalam ‘tur pencet-pencet remote’ menemukan siaran langsung pertandingan besar dua penguasa klasemen sementara La Liga, Barcelona vs Atletico Madrid. Perasaan gembira itu selain karena belakangan ini siaran langsung pertandingan sepak bola di saluran gratis mendekati kelangkaan, juga karena berada pada jam-jam yang masih lumayan sore.
Pertandingan yang tak kalah pamor dengan El Clasico menurut saya, merujuk pada persaingan keduanya di puncak klasemen saat ini. Kecuali anda fanatik pada salah satu klub, anda pasti berharap pertandingan yang seimbang yang diwarnai dengan saling serang, penuh trik, penuh intrik, yang membuat anda geregetan mengingat mereka tengah sengit berebut puncak klasemen untuk mengamankan titel juara di akhir musim. Saya pun berharap begitu.
Barcelona dengan segala superioritasnya jelas tak terbantahkan, tapi Atletico di bawah Diego Simeone adalah tim yang bergairah. Apa yang mereka tunjukkan sampai pekan lalu menegaskan hal itu. Entah bagaimana Simeone bisa membuat mereka yang ‘bukan bintang cemerlang’ bisa menjadi ‘nyamuk nakal’ yang menggelisahkan Barcelona dan Real Madrid.
Atletico berhasil memenuhi harapan itu dalam pertandingan akhir pekan lalu. Meredam superioritas Barcelona. Superioritas itu membosankan, bahkan, cenderung menjengkelkan. Menang terlalu mudah dalam sebuah pertandingan ‘tanpa perlawanan’ itu menyedihkan. Menang dengan susah payah dan berdarah-darah, itu baru seru.
Sejak Kick Off, Atletico membuat pemain Barcelona gagap, seperti pemain gitar yang kelupaan ‘kunci kord’ dalam sebuah konser. Permainan melodi menjadi sedikit kacau, karena Atletico mampu membuat distorsi dengan irama yang menghentak. Orkestra Barcelona yang biasanya mengalun mereka buyarkan dengan distorsi ala musik metal. Permainan menjadi tak mudah bagi Barcelona, tapi inilah yang membuat pertandingan menjadi hidup. Sesuatu yang anti mainstream terkadang memang menghibur, bukan?
Nuansa pertandingan akan berjalan seru dan sengit, di mana Barcelona mungkin akan berdarah-darah untuk memenangkannya semakin terasa ketika Koke dengan tengilnya membobol gawang Claudio Bravo. Modal bagus untuk menekan Iniesta cs di rumah mereka sendiri.
Tentu saja Barcelona kemudian dengan segenap ‘potensi yang ada’ mencoba memperbaiki keadaan. Setelah gol Koke, Atletico yang di menit awal sampai gol itu terjadi tampak ulet dan licin, entah mengapa sedikit kendor. Mereka memang tak terlihat akan bertahan dengan keunggulan satu gol tersebut. Tapi tekanan mereka agak berkurang.
Mereka berhasil membuat Messi mati kutu sejak menit pertama, tapi ketika sekejap saja mereka kelepasan menjaga si kutu, gawang mereka ikut terbelah juga. Gol Messi tampak lebih membawa efek kejut ketimbang gol Koke.
Pertandingan semakin menggairahkan. Seperti dua pecatur yang ulet, tak ada yang ditunggu keduanya kecuali tentu saja kelengahan masing-masing. Serangan-serangan Atletico kemudian tampak lebih menggigit dan membuat pertahanan Pique cs lumayan pontang-panting.
Sekilas pertandingan akan terasa alot setelah kedudukan 1 – 1, sampai akhirnya para pemain bertahan Atletico sadar bahwa mereka harus membayar mahal ketika sekali saja seseorang bernama Luis Suarez ‘terlepas’. Dani Alves tiba-tiba membuat keputusan untuk memberi umpan panjang ke depan. Entahlah, pada titik ini barangkali dia merasa jika ia memberi umpan pendek sebagaimana biasa, mungkin lagi-lagi akan mentok oleh ketatnya para pemain Atletico yang malam itu seperti penjudi yang terus memegang kartu bagus.