Mohon tunggu...
Galih Wirahadi
Galih Wirahadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengelola catatansigal.blogspot.com

Suka menulis, membaca, jalan-jalan, suka dengan dunia anak-anak dan pendampingan iman anak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kisah Pilu Pemuda Penjual Apel

12 Januari 2012   06:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:59 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_163288" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Seorang pemuda yang lagi merintis usaha kecil-kecilan sebagai pedagang buah sudah dipusingkan dengan masalah yang membelitnya. Maklumlah ia baru mulai usaha, di lapak seorang pengusaha besar. Untuk mendapatkan lapak kecil jualan, ia minta tolong diuruskan oleh orang-orang yang dekat dengan pengusaha besar itu. Segala cara dilakukan agar lapak dagangannya segera didapat. Makanya ia menuruti dan melakukan apa kata sesama penjual di lapak itu, karena mereka telah lebih dahulu berjualan di tempat itu. Jadi boleh dibilang mereka lebih berpengalaman daripada si pemuda lugu itu. "Eh mas, kalau mau cepat mendapatkan lapak itu, mas harus aktif dong. Turutin apa kata pengusaha besar?" Kata salah satu pedagang. "Iya, pak, ini saya juga lagi usaha menurutin apa kemauan pengusah besar itu." Jawab pemuda itu. "Emang apa kemauan pengusaha besar itu, "tanya pedagang yang barusan di kenalnya. "Beliau minta dikirimiin berkilo-kilo apel," saut pemuda lugu itu. "Ya sudah turutin aja, biar kamu dapat segera mendapatkan lapak itu," timpal sang pedagang. "Masalahnya aku sudah berkali-kali mengirim apel ke orang yang menjadi penghubung ke pengusaha besar itu. Apel Malang dan Apel Washington sudah tak terhitung aku kirim. Selesai permintaan satu aku layani, datang juga permintaan apel dari mereka yang belum dapat jatah apel katanya. Aku jadi heran dan bingung banyak sekali yang minta jatah dikirimi apel Malang dan apel Washington." "Eh mas, mereka minta apel terus jangan-jangan apel yang mas kirimkan itu sudah dimakan di perjalanan. Jadi belum sampai ke tempat yang dituju sudah habis. Maklumlah rasa apel memang enak. Nah, kalau sudah dimakan, mana mungkin menemukan kembali wujud apel yang sudah diterimanya. Kalau mungkin cacing-cacing yang ada di perut bisa berkata dan menjadi saksi. Sudahlah mas, bersabar saja. Jangan banyak protes dan mengeluh. Daripada tar tak nyaman jualan di tempat ini, gara-gara sering diteror dan diancam oleh para kaki tangan pengusaha besar, gara-gara mas sering banyak protes." Kata pedagang itu. Pemuda itupun terdiam sambil memikirkan apa yang barusan didengarnya. Sambil merenung, ia bertanya dalam hati siapa sajakah orang-orang yang sudah menikmati enaknya apel Malang dan Apel Washington hasil setor upetinya ke pengusaha besar itu ya? Sebuah pertanyaan yang susah tuk menemukan jawabannya, apalagi di negara seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun