Kota Depok, yang terletak di Jawa Barat, telah mengalami perkembangan pesat dalam sektor pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, di balik kemajuan tersebut, masih terdapat masalah serius yang mengganggu sistem pendidikan, khususnya di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Kesenjangan sumber daya pendidikan menjadi isu yang mencolok, menciptakan tantangan bagi siswa dan orang tua dalam mengakses pendidikan yang berkualitas.
Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah keterbatasan daya tampung sekolah. Setiap tahun, jumlah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terus meningkat, sementara kapasitas SMA dan SMK negeri tidak mampu menampung semua siswa yang ingin melanjutkan pendidikan. Misalnya, pada tahun 2024, jumlah lulusan SMP di Kota Depok mencapai 28.308 siswa, tetapi daya tampung SMA dan SMK negeri hanya tersedia untuk 5.619 siswa. Hal ini menciptakan persaingan yang sangat ketat, di mana satu kursi di sekolah negeri harus diperebutkan oleh lima siswa. Situasi ini tidak hanya menambah tekanan pada siswa, tetapi juga menciptakan ketidakadilan bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Kesenjangan ini semakin diperparah oleh perbedaan antara sekolah negeri dan swasta. Meskipun terdapat banyak sekolah swasta di Depok, biaya pendidikan yang tinggi sering kali menjadi penghalang bagi keluarga yang tidak mampu. Banyak orang tua terpaksa mendaftarkan anak mereka ke sekolah swasta, yang sering kali mematok biaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah negeri. Akibatnya, siswa dari latar belakang ekonomi yang berbeda tidak memiliki akses yang setara terhadap pendidikan yang berkualitas, menciptakan jurang pemisah yang semakin lebar.
Infrastruktur pendidikan di Kota Depok juga menjadi sorotan. Penambahan sekolah negeri tidak sejalan dengan pertumbuhan jumlah siswa. Meskipun Pemkot Depok telah berusaha menambah jumlah SMP negeri, langkah tersebut masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Pembangunan infrastruktur yang tidak memadai dan perencanaan yang buruk menjadi faktor penyebab kesenjangan ini. Komunikasi yang kurang efektif antara pemerintah daerah dan provinsi juga berkontribusi pada masalah ini, terutama dalam hal penyediaan lahan untuk pembangunan sekolah baru.
Dampak dari kesenjangan ini sangat nyata. Banyak siswa yang terpaksa putus sekolah karena tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri, sementara yang lain terpaksa mendaftar di sekolah swasta yang biayanya tidak terjangkau. Praktik-praktik tidak etis, seperti "jual-beli kursi" dan manipulasi dokumen, sering kali muncul sebagai akibat dari persaingan yang ketat untuk mendapatkan tempat di sekolah negeri. Kualitas pendidikan di sekolah-sekolah negeri juga bervariasi, yang dapat mempengaruhi pilihan orang tua dalam mendaftarkan anak mereka.
Meskipun Pemkot Depok telah meluncurkan program bantuan pendidikan, seperti Kartu Depok Sejahtera (KDS), untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu, masih banyak yang perlu dilakukan. Diperlukan langkah-langkah lebih lanjut untuk meningkatkan jumlah sekolah negeri dan memperbaiki infrastruktur pendidikan. Pemerintah perlu melibatkan sekolah swasta dalam penyediaan pendidikan yang lebih merata dan memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas.
Dengan perencanaan yang lebih baik dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan kesenjangan sumber daya pendidikan di Kota Depok dapat diminimalisir. Semua siswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi, berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang berkualitas dan membangun masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H