Mohon tunggu...
Siectio Dicko Pratama
Siectio Dicko Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati kebijakan publik terutama masalah kemiskinan dan perekonomian

Just Want To Be Useful... www.mutiarasenyum.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemiskinan Indonesia vs Kemiskinan Dunia

9 September 2018   10:10 Diperbarui: 14 September 2018   08:56 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di Lampung saja misalnya, Garis Kemiskinan adalah sekitar 386.000 rupiah dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar 4 orang. Itu berarti untuk tidak dibilang miskin, satu rumah tangga harus memiliki penghasilan sekitar 1,6 juta rupiah. 

Angka ini bahkan berbeda sedikit dengan Upah Minimum Provinsi tahun 2017 yang berada diangka 1,9 juta rupiah. Jadi, apakah benar Garis Kemiskinan BPS itu terlalu rendah?

Sebagian kalangan juga banyak yang membandingkan bahwa Garis Kemiskinan BPS itu terlalu rendah jika dibandingkan dengan Garis Kemiskinan versi Bank Dunia. Garis Kemiskinan Bank Dunia sendiri adalah sebesar 1,9 dollar per kapita per hari. 

Angka ini kemudian dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs Dollar AS yang sekarang mencapai sekitar 14 ribu dollar. Dengan cara tersebut didapatlah angka sebesar 26 ribu rupiah per kapita per hari. Angka ini membuat banyak pihak berkata bahwa inilah Garis Kemiskinan yang cocok. 

Dengan alasan tersebut, banyak kalangan menilai bahwa BPS seharusnya memakai acuan tersebuat sebagai Garis Kemiskinan karena angka tersebut terlihat lebih realistis. Dengan garis kemiskinan sebesar itu, angka kemiskinan tentu tidak akan berada di level satu digit bahkan mungkin bisa mencapai tiga puluh atau empat puluh persen.

Merujuk ke laman resmi bank dunia, memang disebutkan oleh Bank Dunia bahwa Garis Kemiskinan adalah sebesar 1,9 dollar per kapita per hari. Akan tetapi, yang menjadi acuan nilai dollar bukanlah nilai kurs atau nilai tukar melainkan Purchase Power Parity atau Paritas Daya Beli. Paritas Daya Beli diartikan sebagai kemampuan daya beli suatu negara dalam standar international. 

Sederhananya, Paritas Daya Beli adalah besar kemampuan penduduk suatu negara untuk membeli suatu barang di tempat lain dengan mata uang negara tersebut. Jika harga rokok di Amerika rata-rata sebesar 50 ribu rupiah sedangkan di Indonesia hanya sebesar 10 ribu rupiah, maka kemampuan beli mata uang kita dalam membeli rokok hanya satu per limanya saja dari mata uang dollar. Inilah yang dimaksud dengan paritas daya beli. 

Perlu diketahui, dengan menggunakan Garis Kemiskinan versi Bank Dunia yang berdasarkan kepada paritas daya beli tersebut, angka kemiskinan Indonesia sudah lama memasuki angka satu digit bahkan sejak tahun 2013. 

Angka ini juga dapat diketahui pada laman bank dunia. Itu karena dalam standar Bank Dunia, Garis Kemiskinan dalam rupiah hanya sebesar 9.080 rupiah saja, jauh lebih kecil dari Garis Kemiskinan Indonesia yang digunakan sekarang.

Pada dasarnya, mengubah level Garis Kemiskinan bukanlah hal yang sulit bagi BPS. BPS bisa saja menggeser Garis Kemiskinan di angka 25 ribu rupiah sehingga angka kemiskinan semakin besar. Atau sebaliknya, BPS bisa saja menggeser angka kemiskinan hingga di angka yang sama dengan standar internasional yaitu 9 ribu rupiah sehingga angka kemiskinan semakin rendah. Tetapi, BPS tidak akan pernah melakukan itu jika tidak didasari dengan landasan kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

BPS sendiri melakukan penghitungan Garis Kemiskinan dengan mengacu kepada buku Handbook On Poverty and Inequality yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Berdasarkan acuan tersebut, dihitunglah besar Garis Kemiskinan yang merupakan rata-rata pengeluaran makanan dan non-makanan penduduk yang hampir miskin. Jadi, garis kemiskinan tidak diambil penduduk yang miskin, juga bukan diambil dari rata-rata penduduk yang berkecukupan ataupun kaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun