Mohon tunggu...
Sidqi Aulia Rahman
Sidqi Aulia Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 PGMI

Hobi saya adalah latihan tilawatil qur'an

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rencana Penambangan di Desa Wadas yang Mendapat Penolakan dari Warga Desa

9 Oktober 2023   19:30 Diperbarui: 9 Oktober 2023   19:46 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

          Desa wadas adalah salah satu desa yang berada di Indonesia. desa wadas memiliki hasil tani yang sangat baik seperti cengkeh, kapulaga, kemukus, durian, cabai, kelapa, sengon, pisang, aren, petai, vanilli, karet, jati, keling, akasia, dan mahoni. Mayoritas penduduk desa wadas bekerja sebagai petani dan peternak, hal ini disebabkan karena lahan yang ada pada desa wadas sangat luas dan  subur.

          Pada tahun 2016 terdengar kabar bahwasanya desa wadas ini akan dijadikan sebagai area pertambangan, desa wadas akan dijadikan sebagai area pertambangan karena beberapa alasan. Pertama, di desa wadas memiliki volume batu andesit yang sangat memadai untuk pembangunan Bendungan Bener, kedua, spesifikasi bebatuan yang berada di desa wadas sangat cocok untuk pembangunan Bendungan Bener, ketiga, jarak paling efektif antara Bendungan Bener dengan sumber material adalah berada di desa wadas.

          Bendungan Bener direncanakan bisa menjadi sumber irigasi untuk 15.000 hektar sawah, air baku untuk kabupaten purworejo, kebumen, dan kulon progo, serta pembangkit listrik sebesar 6 Mega Watt. Bendungan Bener masuk dalam proyek strategis nasional.

          Masyarakat desa wadas menerima dan tidak menolak adanya pembangunan Bendungan Bener. Tetapi masyarakat desa wadas menolak adanya aktifitas penambangan batu andesit di desa wadas. Dengan dimensi tinggi 159 meter dan panjang timbunan 543 meter Bendungan Bener membutuhkan sangat banyak material. Material ini adalah batu andesit yang nantinya akan di tambang di desa wadas untuk urugan Bendungan Bener. Menurut BBWSOS (balai besar wilayah sungai opak serayu) sebagai pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener, material yang akan diambil dari desaa wadas adalah sebanyak 8,5 juta meter kubik. Dari 400 hektar area desa wadas BBWSOS akan membebaskan 114 hektar lahan  desa wadas yang meliputi 7 dusun. Dari 300 warga di 7 dusun, mayoritas menolak adanya penambangan. Penolakan ini berasal dari aliansi Wadon Wadas (perempuan wadas), GEMPA DEWA (gerakan masyarakat peduli alam desa wadas), KAMU DEWA (kaula muda desa wadas). Mereka terus mengaspirasi penolakan penambangan di desa wadas. Salah satu anggota walhi (wahana lingkungan hidup Indonesia) menyebut ada beberapa kejanggalan dalam penerbitan izin penambangan di desa wadas.

         Masyarakat desa wadas memiliki alasan kuat mengapa mereka menolak penambangan. Salah satunya adalah masalah sumber air minum. Menurut warga, di lokasi penambangan terdapat sedikitnya 27 sumber mata air. Maka apabila penambangan terjadi, warga akan kesulitan dalam mencari sumber air. Kemudian, warga juga sangat takut dengan terjadinya tanah longsor jika dilakukan kegiatan penambangan di desa mereka seperti yang telah terjadi pada tahun 1988. Warga sangat takut adanya bencana tanah longsor karena desa wadas telah di jadikan sebagai daerah rawan bencana. Menurut warga desa wadas hutan yang ada disekitar desa wadas adalah satu-satunya sumber kehidupan bagi warga desa, oleh karena itu jika terjadinya penambangan, maka sumber kehidupan akan hilang.

         Masalah ini harus diselesaikan agar keharmonisan tetap terjaga dan tidak terjadi disintegrasi. Beberapa soluasi yang dapat dilakukan adalah pemerintah sekarang harus menjelaskan manfaat dari proyek pembangunan dan mengetuk hati warga yang masih menolak rencana penambangan batuan andesit, agar rela berkorban untuk kepentingan orang banyak. Sebagai proyek pembangunan nasional yang memiliki nilai strategis, tak mungkin pembangunan Bendungan Bener dibatalkan, hal ini dikarenakan proyek pembangunan ini mengacu pada keberadaan budaya local. Seperti yang dikatakan Nat J Colleta (1987), kebudayaan lokal adalah media yang memungkinkan pembangunan berlangsung sukses karena budaya mempunyai legitimasi tradisional di mata orang-orang, yang menjadi sasaran program pembangunan dan secara simbolis merupakan bentuk komunikasi paling berharga dari penduduk setempat. Pemerintah sebelum mengambil langkah pembangunan strategis seharusnya diperhitungkan terlebih dahulu, tidak seharusnya pemerintah membangun sebuah proyek di tempat yang telah dijadikan sebagai area rawan bencana. Apabila pemerintah telah memperhitungkan dengan sebaik-baiknya, pastinya tidak akan ada penolakan dari masyarakat dan masyarakat tentu akan mendukung. Pemerintah juga seharusnya lebih mengerti tentang bagaimana menjaga lingkungan agar tetap lestari. Bagaimana bisa lingkungan suatu negara dapat terjaga apabila pemerintahnya sendiri melakukan perusakan. Oleh karena itu sudah sepatutnya pemerintah melakukan perhitungan yang matang agar rencana pembangunan strategis dapat terealisasikan dengan lancer dan aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun