Mohon tunggu...
Adi Permana Sidik
Adi Permana Sidik Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran 2012.. Suka membaca, dan mulai belajar menulis. Senang bersilaturahim dan berbagi ilmu pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Retorika Aristoteles (1)

25 Oktober 2013   06:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:04 2484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1382658212436236129

Sumber: www.rhetoricring.com

Kita pasti pernah denger atau bahkan pernah mengatakan kalimat seperti ini: “Ah itu cuma retorika doang”. Pernyataan itu bisa benar adanya, tapi bisa juga dikatakan kurang tepat. Mengapa? Untuk menjawabnya silahkan baca penjelasan berikut ini. Tulisan ini diambil dari tugas kuliah S2 saya, untuk materi teori komunikasi di Fikom Unpad tahun lalu. Dengan mengambil contoh analisis kasus pidato-pidato Jokowi :

Latar Belakang Teori

Sebagai seorang anak dari dokter, Aristoteles didorong untuk menjadi seorang pemikir mengenai dunia sekitarnya. Ia pergi belajar kepada mentornya, Plato, pada usia 17 tahun. Aristoteles dan Plato memiliki cara pandang terhadap dunia yang saling berlawanan; karenanya filsafat mereka juga berbeda. Plato selalu berusaha untuk mencari kebenaran yang absolut mengenai dunia. Ia tidak peduli apakah kebenaran-kebenaran ini memiliki nilai praktis. Plato merasa bahwa selama orang dapat sepakat mengenai hal-hal yang penting, masyarakat akan bertahan. Aristoteles, sebaliknya, lebih tertarik untuk mempelajari apa yang ada di sini dan sekarang. Ia tidak terlalu tertarik dalam mencapai kebenaran yang absolut karena ia sedang berusaha untuk mencapai cara pandang yang logis, realistis, dan rasional mengenai masyarakat. Dengan kata lain, kita dapat berpendapat bahwa Aristoteles lebih membumi dibandingkan Plato, ia berusaha untuk memahamai berbagai jenis orang dalam masyarakat Athena.

Oleh karena ia mengajar berbagai jenis kelompok orang di dalam masyarakat Yunani, Aristoteles menjadi dikenal sebagai seseorang yang memiliki komitmen untuk membantu masyarakat biasa – pada saat itu, pria yang memiliki tanah. Pada masa itu, anggota masyarakat biasa (pria) diminta untuk menjadi hakim dalam pengadilan mengenai pembunuhan, mengawasi perbatasan kota, melakukan perjalanan sebagai utusan diplomatik, dan membela properti mereka dari para perebut tanah (Golden, Berquist, & Coleman, 2004, dalam Turner hal.6). Karena pada waktu itu tidak ada jaksa profesional, banyak anggota masyarakat menyewa para Sofis (sophist), para guru public speaking, untuk mengajarkan pada mereka dasar-dasar persuasi. Para guru ini membangun sekolah-sekolah kecil di mana mereka mengajar para siswa mengenai proses public speaking yang mendiskusikan cara-cara praktis untuk menjadi pembicara yang efektif. Aristoteles, sebaliknya, percaya bahwa banyak dari buku panduan ini bermasalah karena mereka berfokus pada sistem hukum dan mengabaikan konteks lainnya. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa para penulis itu terlalu banyak mengahabiskan terlalu banyak waktu untuk menggugah para hakim dan juri: “Merupakan hal yang tidak benar untuk memanipulasi hakim dan menggerakannya untuk merasa marah atau iri atau iba – ini sama seperti membengkokan penggaris seorang tukang kayu sebelum menggunakannya,” dan dalam hal ini diamati oleh Aristoteles (sebagaimana dikutip dalam Rhys & Bywater, 1954, hal.20). Aristoteles mengingatkan para pembicara untuk tidak melupakan pentingnya logika dalam presentasi mereka.

Retorika dapat dianggap sebagai salah satu cara Aristoteles memberikan respons pada masalah yang ia temukan dalam buku-buku panduan ini. Walaupun ia mempertanyakan asumsi-asumsi yang sudah ada mengenai apa yang menyusun sebuah presentasi yang efektif, hal yang paling penting adalah definisi Aristoteles mengenai retorika (rhetoric): alat-alat persuasi yang tersedia. Bagi Aristoteles, menggunakan semua alat persuasi bukanlah merupakan suap atau penyiksaan, suatu cara yang umum digunakan pada masa Yunani kuno, di mana perbudakan dilembagakan. Hal yang diinginkan dan direkomendasikan oleh Aristoteles adalah agar para pembicara berusaha melampaui insting awal mereka ketika mereka ingin membujuk orang lain. Mereka harus mempertimbangkan semua aspek dari penyusunan pidato, termasuk anggota khalayak mereka.(Bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun