Mohon tunggu...
Sidik Permana
Sidik Permana Mohon Tunggu... Editor - Freelance

Saya hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Indonesia di Persimpangan Laut China Selatan: Dominator dan Diplomator

30 Mei 2024   19:38 Diperbarui: 30 Mei 2024   19:58 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Cara bagi Indonesia yang paling memungkinkan untuk bisa menghadapi ancaman kedaulatan ini, di samping meningkatkan kekuatan militer dan optimalisasi anggaran pertahanan, adalah melalui jalur soft power. Pertama, perang bukan jalan yang menguntungkan di era modern, selain eskalasinya dapat bergerak liar juga tingkat kerusakannya akan menjadi momok bagi perekonomian suatu negara pasca perang. Apalagi adanya kekuatan suatu negara yang overpower dan memiliki ketimpangan jelas secara statistik dalam indikator Global Fire Power, jelas kombinasi kekuatan akan menjadi jalan keluar, namun konsekuensinya adalah akan banyak yang terlibat dan kehancuran tidak bisa dielakkan. Kedua, perang sudah menjadi barang terlarang yang memiliki konsekuensi hukum. Pelancaran perang tidak dimungkinkan oleh hukum intemasional mengingat perang sudah dinyatakan sebagai tindakan yang ilegal sejak tahun 1945 dengan didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Putra, 2023). Dengan demikian, tindakan yang diplomatis dalam menghadapi persoalan kedaulatan ini akan jauh lebih aman, meskipun tetap kekuatan militer harus dibangun---tindakan ini akan memicu dilemma security seiring waktu.

            Pengerahan kekuatan militeristik dapat memicu tensi di kawasan, dan Indonesia mungkin bisa terseret ke dalamnya walaupun hal itu cukup diragukan. Akan tetapi, pengerahan ini tidak bertindak semata sebagai deklarasi, namun sebagai peringatan dan perlindungan. Dengan kata lain, bukan sebatas keamanan semata, pelindung Laut Natuna Utara yang bersinggungan dengan LCS, tetapi juga sebagai sistem menyeluruh yang melibatkan banyak pihak dalam kerangka ketahanan nasional. Pendekatan militer lebih diproyeksikan pada sistem pertahanan bukan kepada keamanan perbatasan laut di era sekarang yang menuntut integrasi baik sipil maupun militer khususnya dalam perbantuan kekuatan (Sugianto, Agussalim, & Armawi, 2021).

            Melalui gambaran ini, Indonesia masih memerlukan waktu untuk meningkatkan kemampuan militernya hingga ke tahap di mana Indonesia masuk ke dalam top lima kekuatan militer dunia. Sehingga, Indonesia bisa leluasa untuk berhadapan secara terbuka terhadap siapa pun yang mengganggu kedaulatan negara. Bahkan, jika sudah berada pada tahap ini, kedaulatan Indonesia benar-benar akan memiliki wibawa untuk memaksa negara lain menghormati Indonesia dan kedaulatan wilayahnya. Namun, sebagai negara yang menjunjung tinggi perdamaian dunia, tindakan militer hanya diperuntukan sebagai jalan terakhir dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahnya. Tetapi, sejak saat ini, Indonesia mesti terus menggalang kekuatan guna meningkatkan bargaining position dalam geopolitik global, dimulai dengan diplomasi pertahanan dengan negara yang memiliki kekuatan militer yang mumpuni, meningkatkan kekuatan penopang utama seperti ekonomi, politik, energi, dan lainnya, serta bila hal ini sudah terlanjur bersinggungan dengan hukum internasional maka Indonesia bisa melanjutkan persoalan ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional.

Simpulan

            Kita mesti menyadari bahwa negara Indonesia masih menjadi negara berkembang. Kesadaran ini akan membantu kita untuk bisa sedikit belajar terkait kelemahan dan kelebihan yang bisa digunakan untuk membangun ketahanan nasional. Selagi menggalang kekuatan untuk membangun negara menjadi lebih kuat, Indonesia bisa mengoptimalkan segala upaya dalam menangani ancaman kedaulatan negara yang bisa datang di mana saja. Tentu, semua cara dilakukan agar Indonesia bisa menjaga kedaulatannya dari berbagai ancaman, baik dalam skala negara maupun kelompok kriminal, baik ancaman tradisional maupun nontradisional. Mulai dari diplomasi, langkah hukum internasional, dan langkah paling terakhir menyangkut perlindungan terhadap tumpah darah Indonesia adalah melalui perang yang dibenarkan oleh hukum internasional. Sehingga, ketika ancaman di LCS benar-benar datang, Indonesia sudah siap untuk mempertahankan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Churcill, R., Lowe, V., & Sander, A. (2022). The Law of the Sea (4th ed.). Manchester: Manchester University Press.

Council on Foreign Relations. (2024, April 30). Territorial Disputes in the South China Sea. Dikutip dari www.cfr.org: https://www.cfr.org/global-conflict-tracker/conflict/territorial-disputes-south-china-sea

ForestDigest.com. (2022, Juni 3). The Great Potential of the Natuna Sea. Dikutip dari www.forestdigest.com: https://www.forestdigest.com/detail/1780/potensi-laut-natuna

Global Fire Power. (2024). 2024 China Military Strength. Dikutip dari www.globalfirepower.com: https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.php?country_id=china

Indonesia Ocean Justice Initiative. (2023). Laporan Deteksi & Analisis: Keamanan Laut di Wilayah Perairan dan Yurisdiksi Indonesia Periode April 2023 S.D. Januari 2024. Jakarta: Indonesia Ocean Justice Initiative.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun