Oleh: Sidik Nugroho Saya pindah tanggal 27 Juni 2012 lalu dari Sidoarjo ke Pontianak. Suasana berganti, kehidupan berubah. Dulu, pada tahun 2007-2012 hampir tiap seminggu sekali saya mengendarai sepeda motor dari Sidoarjo ke Malang. Kadangkala saya naik bis karena jalan di Porong sering macet. Pengalaman bersepeda motor bukan hanya saat bekerja di Sidoarjo. Beberapa kali saya bersepeda motor ke beberapa kota di Jawa Timur: Blitar, Ngantang, Mojokerto, dan Kertosono. Pada liburan Lebaran tahun ini, saya berkesempatan untuk bersepeda motor ke Singkawang, kota yang saya tinggali selama belasan tahun, sejak TK hingga SMP. Dalam perjalanan dari Pontianak ke Singkawang pada hari Selasa, 21 Agustus 2012, saya sempat singgah ke pantai Pasir Panjang. Dulu pengelolanya hanya satu. Sekarang, kalau tidak salah sudah dipecah dan dikelola oleh empat orang yang berbeda. Pantai ini, seperti namanya, memang panjang. Setelah dikelola oleh lebih dari satu orang, pantai ini cukup banyak berubah. Dulu cuma ada losmen, kolam renang, dan warung-warung di sepanjang pantai. Sekarang pantai ini sudah digarap lebih baik. Ada taman-taman lebih banyak, permainan seperti Banana Boat,dan lain-lain. Saya tidak lama singgah di pantai ini, sekitar setengah jam, karena ingin segera mengunjungi teman-teman saya waktu SMP. Menjelang sore, saya sampai di Singkawang. Saya dan beberapa teman bersilaturahmi ke kawan-kawan kami. Malamnya, kami nongkrong dengan gembira di Pasar Hongkong. Kami nongkrong tidak sampai tengah malam. Beberapa orang tampak lelah dan sudah mengantuk. *** Keesokan harinya, pagi-pagi, saya berkeliling kota Singkawang sendirian. Saya melihat-lihat beberapa tempat yang sering saya kunjungi waktu kecil dulu: SD, gereja, Taman Burung, dan beberapa tempat lain. Pagi itu saya hendak berkunjung ke rumah seorang kawan, tapi dia sedang tidak ada di rumah. Saya pun menancap gas ke Pemangkat. Perjalanan dari Singkawang membutuhkan waktu kurang dari satu jam; jarak Singkawang-Pemangkat sekitar 30 km. Dalam perjalanan itu saya sempat memfoto sebuah klenteng yang bagus. Klenteng itu ada di Sebangkau, di ujung sungai yang melintas di tengah jalan. Kemudian, saya menuju ke warung di pantai di tepi jalan yang pemandangannya lumayan bagus. Di Pemangkat ada Tanjung Batu, tempat wisata di tepi pantai. Tempat wisata ini tidak banyak perubahan sejak saya kunjungi belasan tahun silam, tahun 1996. Di pintu gerbang masuk seorang wanita duduk, pengunjung yang masuk ke dalam tempat wisata dimintanya membayar uang Rp3000 tapi karcis masuknya tidak ada. Saya masuk ke dalam. Sayang sekali, tempat wisata ini kurang diperhatikan dengan baik. Saya meninggalkan Tanjung Batu, nongkrong di sebuah warung di tepi pantai. Di sana saya bertemu dengan dua orang bersaudara yang sedang menunggu saudara mereka dari Pontianak. Mereka berdua berasal dari Sekura, kota kecil di bagian utara Kalimantan Barat. Dari Sekura, perbatasan Indonesia-Malaysia cukup dekat, 2-3 jam sampai. Mereka berdua memberi saran kepada saya agar melanjutkan perjalanan ke Sambas. “Sekarang lagi ramai-ramainya, Mas. Mampirlah ke sana. Kalau ke sana jangan lupa wudhu dari air kolam yang ada di dekat kraton,” kata salah satu dari mereka. Air kolam yang ada di kraton itu dipercaya memiliki khasiat tertentu oleh banyak orang. Mereka juga bercerita bahwa sultan yang ada di Sambas masih memiliki hubungan darah dengan raja-raja di kerajaan Kutai dan sultan-sultan di Brunei Darussalam. Saya pun berangkat ke Sambas sekitar jam 1 siang. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam; jarak Pemangkat-Sambas sekitar 45 km. Di sana saya langsung menuju kraton. Siang itu banyak sekali orang yang datang. Mereka umumnya datang dari Singkawang, Pontianak, dan kota-kota lainnya di Kalbar. Hal yang disayangkan di sini adalah sampah yang berserakan di luar pagar kraton. Tempat sampah masih kurang banyak disediakan di luar kraton. Selain itu, orang-orang yang berjualan juga menyebar di mana-mana — bahkan sampai ada yang berjualan di dekat kraton, di dalam pagar. Di depan kraton ada sampan-sampan yang disediakan untuk pengunjung kraton yang mau berkeliling di sungai depan kraton. Saya berada di kraton ini sekitar satu jam. Beberapa bangunan kraton yang memajang benda-benda pusaka dan warisan leluhur dipadati pengunjung. Tidak banyak informasi seputar sejarah kraton ini yang saya gali karena terlalu banyak orang yang berkunjung di sana. Saya sempat mampir ke salah satu makam sultan Sambas, yakni Sultan Mohammad Tsafioedin II. Saya pulang dari Sambas sekitar jam 3 sore. Saya sampai di Singkawang sekitar pukul 16.30. Saya pun berpikir, ini waktu yang pas untuk menunggu sunset di pantai Pasir Panjang. Namun sayang, sunset kali ini kurang sempurna. Hingga terbenam, matahari berada di balik awan terus. Namun, menyaksikan pendar jingga di langit berteman segelas kopi sambil menunggu angkasa beranjak gelap, adalah hal yang menyenangkan. Saat malam tiba, saya pun kembali ke Singkawang. Malam ini, bersama teman-teman SMP, saya bersilaturahmi lagi ke beberapa kawan lama. Sekitar jam 11 malam kami bernyanyi-nyanyi dengan gembira di sebuah ruang karaoke hotel Dangau, sampai hampir jam 1 malam. Setelah berkaraoke, kami masih melanjutkan pertemuan di warung kopi sampai jam 2 malam. *** Tanggal 23 Agustus 2012, pagi hari, saya kembali ke Pontianak. Malamnya saya berangkat lagi ke Sekadau. Kali ini saya tidak bersepeda motor, tapi menggunakan jasa taksi yang dimiliki kedua saudara saya. Selama di Sekadau, saya ke sebuah tempat yang bernama Batu Tinggi atau Batu Muncul pada tanggal 24 Agustus 2012. Batu itu muncul di permukaan air sungai, terbentang hampir di sepanjang kedua tepi sungai yang lebarnya sekitar 60 hingga 70 meter. Batu ini hanya muncul saat kemarau tiba. “Hampir setiap tahun di sini ada korban, Mas,” kata salah seorang yang berkunjung di situ kepada saya. Menurut cerita beberapa orang, tempat ini dulu dianggap keramat. Ada beberapa orang yang pernah hanyut di sini. Kemudian, pada tanggal 25 Agustus 2012 saya memancing ikan bersama adik saya dan teman-temannya di daerah Berona, di sungai Sekadau. Hampir tiga jam memancing, kami tidak mendapatkan satu ikan pun. Ada satu ikan yang hampir didapatkan, tapi lepas saat ditarik. Karena merasa belum puas, keesokan harinya kami memancing lagi di sungai Kapuas. Kali ini kami menggunakan perahu motor untuk memancing. Saya sangat terhibur dengan pemandangan yang ada di sepanjang sungai Kapuas yang kami lewati. Sungai ini sangat lebar — ada yang lebarnya mencapai 700 meter. Kami memancing ikan di beberapa tempat di tepi sungai yang berbatu-batu. Sayang, kali ini pun kami belum beruntung. Selama hampir 5 jam memancing, kami hanya mendapatkan satu ikan kecil, namanya ikan juara. Tapi, bagaimana pun juga, pengalaman menyusuri sungai dengan perahu motor adalah hal yang menyenangkan. Tanggal 26 Agustus 2012, malam hari, saya pun kembali ke Pontianak. Liburan sudah berakhir. Saya sungguh bersyukur dapat mengunjungi semua tempat yang saya sebut di atas, terutama pengalaman saya menyusuri sungai Kapuas dengan perahu motor sambil memancing, karena hal itu yang belum pernah saya alami sebelumnya. Saya sampai di Pontianak pukul 03.00 dinihari tanggal 27 Agustus 2012. Saat mengajar pada pagi hari, saya masih agak mengantuk. (*) Singkawang-Sekadau-Pontianak, 24-27 Agustus 2012 Foto-foto lebih lengkap ada di sini (Facebook saya): Foto-foto Perjalanan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H