Mohon tunggu...
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Mohon Tunggu... -

Guru, penulis lepas, usia 32. Suka gitar, sastra, dan sinema. Buku terbaru: 366 Reflections of Life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Impian Tidak Menyelamatkan

16 Januari 2011   02:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12951454022082802585

"(Allah) telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan." (Efesus 2:5)

Mitch Albom, dalam bukunya Satu Hari Bersamamu menceritakan kisah hidup Charley Benetto yang bertemu dengan arwah ibunya selama satu hari. Ia mengalami kecelakaan yang cukup parah, yang membawanya pada dunia antara hidup dan mati.

Kecelakaan ini terjadi pada saat Charley hendak bunuh diri. Pernikahannya gagal. Hari-harinya ditemani minuman keras. Puncak penyesalannya: ia tak diundang dalam pernikahan putrinya. Putrinya menganggap Charley akan membuat kacau; Charley menganggap dirinya tak memiliki arti lagi.

Di awal cerita yang menarik ini, Charley menyatakan bahwa orang-orang mungkin tidak akan pernah mengira dia akan mencoba bunuh diri. Dia dulu sangat terkenal, menjadi pemain baseball yang pernah bertanding dalam event skala besar dan bergengsi, World Series. Pertandingan itu, bagi semua orang pastilah merupakan sebuah "impian yang menjadi kenyataan." Tapi, Charley berpendapat bahwa itu tidak menyelamatkannya. Penyesalannya begitu dalam, dan apa yang membuatnya dikenang di masa lalu, sirna sudah. Ia tertolak. Ia habis.

Kita yang selama ini memiliki impian yang besar, sadarkah kita bahwa ketika kita berhasil mencapainya, itu tidak menyelamatkan kita? Kita harus berjuang mencapai mimpi itu, tapi setelah itu semuanya tercapai -- atau bahkan tidak pernah tercapai -- baiklah kita sadar bahwa pencapaian kita, sehebat apa pun, tak dapat menggantikan jati-diri kita yang sebenarnya: bahwa kita adalah manusia yang perlu Tuhan, anugerah dan kasih -- terus-menerus. ***

"Masa ketika Anda dapat merasakan kehidupan adalah masa di mana Anda merasa dan melakukan segala sesuatu dengan semangat cinta." (Anonymous)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun