Mohon tunggu...
Sidhi Vhisatya
Sidhi Vhisatya Mohon Tunggu... lainnya -

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menulis dengan Hati ala Sindhunata

22 Juni 2012   14:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:39 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="diambil dari http://percikankehidupan.files.wordpress.com/2011/12/menulis.png"][/caption] "Menulis itu bukan semata-mata pekerjaan otak, tapi pula pekerjaan kaki dan hati," ujar Toni Widiatono, wartawan senior Kompas. Menulis, sebuah kegiatan yang punya banyak peminat. Banyak hal yang bisa ditemukan dari menulis, sama dengan banyak hal yang ditemukan dalam tulisan. Menulis, sebuah kegiatan mengabadikan momen. Menulis, bisa dikatakan sebagai keabadian itu sendiri. Menulis, adalah sebuah rekaman akan peristiwa, gagasan bahkan mimpi seseorang. Menulis adalah sebuah kegiatan yang dapat memberikan perubahan. "Anda boleh beraktivitas apa saja, tapi tanpa menulis, Anda tidak dapat mencerdaskan lingkungan," Sindhunata, Omah Petroek (1/6). Penulis banyak bermunculan. Dengan semakin berkembangnya dunia pendidikan komunkasi dan media, bertambah pula kuota orang yang tertarik dalam bidang tulis menulis. Persepsi yang banyak muncul saat ini adalah menulis sebagai sebuah aktivitas otak, pikiran, saja. Dalam pelatihan menulis kritis (1-3 Juni), Rm. Sindhunata, pimred majalah Basis dan Tony Widiastono memberikan beberapa kisi untuk menulis dan menjadi penulis yang baik. Selain menggunakan pikiran, wartawan (penulis) juga perlu mengetahui lapangan secara langsung. Kaki, adalah sebuah metafora tentang pentingnya perjumpaan penulis dengan realitas sesungguhnya. Sindhunata mengatakan bahwa motivasi menulis hendaknya didapatkan dari perjumpaan. Perjumpaan memungkinkan seorang penulis untuk menggunakan panca indera, menilai hal-hal etis sebagai konteks atas pernyataan-pernyataan yang diungkapkan narasumber. Perjumpaan tersebut pun bukan berarti menjadi transfer nafsu ilmiah, tempat penulis menggurui narasumber. Penilaian normatif seseorang perlu dihilangkan, sehingga perjumpaan tersebut bisa lebih informatif, dalam dan etis. Ketika mengunjungi orang yang dalam pandangan normatif kita sangat buruk, perjumpaan memungkinkan kita menemukan sisi lain narasumber tersebut. Penggalian terhadap berbagai sisi manusiawi ini bisa dilakukan ketika keakraban terjalin. Tidak mudah. Sindhunata mengungkapkan bahwa keakraban hanya bisa dibangun dengan bahasa yang cair. Penulis wajib menurunkan keegoisannya. Diksi yang digunakan harus titis dan familiar. Begitu pula saat penulis mencoba menyarikan hasil lapangan ke dalam sebuah tulisan. Tulisan tersebut harus menggugah dan mudah dipahami. "Jangan takut jika bahasa ilmiah kita menjadi sederhana," ujar Sindhunata dengan pelan penuh penekanan. Menulis, selain pekerjaan otak dan kaki, adalah pekerjaan hati. Penulis mempunyai misi besar. Menulis harus dimaknai sebagai misi kemanusiaan. Orang tidak asal menulis dan membuat kekacauan, tapi juga mendidik, bukan hanya pikiran, tapi juga mendidik emosi seseorang. Perjumpaan memungkinkan seorang penulis menampilkan berbagai sisi manusiawi, menyebarkan sisi tersebut dan menyentuh hati setiap pembacanya. Menulis bukan hanya dimaknai sebagai aktivitas katarsis. Dengan menulis, seseorang melepas kenarsisan, menilai informasi dari berbagai sudut dan menyajikannya dalam bentuk yang membuat hati pembaca tergugah. Menulis adalah pekerjaan otak, kaki dan hati. Sindhunata mengatakan, "Jangan takut menulis hal-hal kecil. Jangan menunggu Anda berpengalaman baru menulis. Justru dengan kepolosan dari hati kita, tulisan yang kita buat bisa mengalir." Churnalisme, plagiarisme, pun aktivitas re-blog adalah aktivitas menulis yang bisa dilakukan tanpa perjumpaan. Menulis bukan hanya perkara keilmiahan bahasa, bukan juga ajang mencari nama. Menulis adalah sebuah permenungan, refleksi mendalam atas realitas. Semuanya didapat dari perjumpaan yang dimaknai dengan hati. Selamat menulis!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun