Mohon tunggu...
M Siddiq Prayoga S
M Siddiq Prayoga S Mohon Tunggu... Jurnalis - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ilmu, Adab, dan Retorika dalam Dakwah

26 Juni 2024   06:25 Diperbarui: 26 Juni 2024   07:02 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu, Adab, dan Retorika dalam Dakwah: Menyatukan Keilmuan dan Etika.

Dibuat Oleh :

Syamsul Yakin dan Siddiq Prayoga

Dosen dan Mahasiswa UIN Jakarta

 Dalam mengembangkan ilmu dakwah dan retorika, sering kali muncul pandangan bahwa kedua ilmu ini harus bebas nilai. Artinya, dakwah dan retorika seharusnya dikembangkan murni berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah, tanpa campur tangan nilai-nilai lain seperti adab atau etika. Namun, dalam praktiknya, baik dakwah maupun retorika tidak bisa lepas dari adab. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun bersifat ilmiah, keduanya harus mempertimbangkan kebenaran dan dampak yang ditimbulkan. Dengan demikian, adab yang berasal dari ajaran agama dan budaya harus selalu menyertai pengembangan ilmu ini.

 Mengintegrasikan adab dalam retorika dakwah adalah sebuah keharusan. Prinsip "ilmu bukan untuk ilmu" menggaris bawahi bahwa ilmu harus dimanfaatkan untuk kebaikan dan kesejahteraan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, ilmu dakwah dan retorika harus dipadukan dengan adab untuk memastikan bahwa tujuan kemanusiaan tetap menjadi prioritas utama.

 Secara praktis, retorika dakwah bukan hanya tentang menyampaikan pesan secara efektif dan menarik, tetapi juga tentang menerapkan aturan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang luhur. Mengingat bahwa dakwah awalnya sangat subjektif, dogmatis, dan penuh nilai-nilai budaya, retorika juga lahir dari budaya, berkembang menjadi seni bertutur, lalu menjadi pengetahuan, dan akhirnya diakui sebagai ilmu. Pada puncaknya, retorika harus diikat oleh adab, menggabungkan budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu dengan kesopanan.

 Demikian juga dengan dakwah. Mula-mula berasal dari dogma agama, kemudian berkembang menjadi pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman yang belum teruji secara ilmiah, dan akhirnya menjadi ilmu yang mapan. Dakwah harus selalu disertai dengan adab, dimana kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai harus selalu melekat dalam setiap tindakannya.

 Menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah memiliki dua implikasi penting. Pertama, menghilangkan komodifikasi dakwah. Komodifikasi dakwah adalah menjadikan dakwah sebagai barang dagangan yang dijual-belikan. Praktik ini sering berlindung di balik profesionalisme dan manajemen, tetapi dai yang berilmu dan beradab harus menolak komodifikasi ini. Dakwah tidak boleh dijadikan ladang bisnis, meskipun para dai boleh mendakwahkan prinsip-prinsip bisnis yang baik.

 Kedua, integrasi adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan menjadikan dai profesional dalam arti yang sebenarnya. Profesionalisme bukan berarti terkenal, memiliki manajer, atau selalu dibayar mahal, tetapi memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah. Seorang dai profesional tidak harus menggantungkan hidupnya pada dakwah, tetapi bisa memiliki pekerjaan lain sambil tetap memegang teguh prinsip profesionalisme dalam berdakwah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun