Barangkali tukang foto itu beda dengan fotografer.
Dan sudah pasti tukang bangunan bukanlah arsitek.
Tukang pukul juga tidak bisa langsung dibilang petinju.
Tukang masakpun belum memenuhi kualifikasi untuk disebut chef.
Maka tukang gigi, tidak pernah bisa disamakan dengan dokter gigi.
Masing-masing punya kapasitas.
Bijaklah dalam memilih.
Tukang gigi. Memang seharusnya bukan saingan dokter gigi dalam hal apapun. Tapi ketika hasil dari pekerjaan mereka justru jauh dari tujuan medis, maka sudahlah cukup untuk membuat para sejawat berang.
Bisa dibilang mereka masuk dalam pengobatan imitasi karena meniru baik cara, alat dan tindakan dokter gigi. Bedanya mereka tidak memiliki dasar ilmiah yang kompeten.
Tukang gigi yang makin menjamur rupanya selalu memiliki target pasar sendiri. Para remaja yang minim informasi, para orang dewasa yang awam kesehatan dan para orang tua yang memang terpingit oleh kebiasaan. Parahnya, pemakai jasa tukang ini semakin meluas ketika promosi gencar-gencaran tidak diimbangi dengan regulasi dari institusi manapun secara nyata. Akibatnya adalah eksistensi para profesional medis ini kalah oleh tukang gigi yang kini kian marak di tengah masyarakat yang menuntut adanya perawatan estetis murah dan terjangkau.