Mohon tunggu...
sidalestari
sidalestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - mahasiswa

hobi saya menggambar, membaca novel dan komik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hukum Tajam ke Bawah : Pandangan Derrida soal Ketidakadilan

8 Januari 2025   21:21 Diperbarui: 11 Januari 2025   15:22 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Derrida Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/99/Derrida-by-Pablo-Secca.jpg

Fenomena hukum di Indonesia sering kali menyoroti ketimpangan yang mencolok, mencerminkan ketidakadilan yang mengakar dalam sistem peradilan. Salah satu contoh yang mencuat adalah kasus korupsi besar-besaran yang merugikan negara hingga 127 triliun rupiah, namun pelakunya hanya dijatuhi hukuman 6 tahun penjara. Di sisi lain, kasus nenek Asyani, seorang warga miskin yang mencuri kayu untuk bertahan hidup, berujung pada vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda sebesar Rp 500 juta. Perbedaan mencolok ini menimbulkan pertanyaan mendalam: Mengapa sistem hukum bisa sedemikian timpang dalam menegakkan keadilan?

Filsuf Jacques Derrida menawarkan pandangan kritis melalui konsep dekonstruksi. Menurut Derrida, hukum bukanlah sesuatu yang netral atau bebas dari pengaruh. Sebaliknya, hukum sering kali dibentuk oleh kekuasaan dan posisi sosial. Dalam konteks ini, koruptor besar yang memiliki koneksi dan akses ke kekuasaan cenderung mendapatkan perlakuan yang lebih ringan. Sebaliknya, masyarakat kecil yang tidak memiliki akses tersebut sering kali dihukum dengan lebih berat meskipun pelanggaran yang mereka lakukan bersifat ringan atau bahkan terpaksa.

Derrida mengajarkan kita untuk mempertanyakan struktur hukum yang ada. Ia mendorong agar kita tidak menerima hukum sebagai sesuatu yang absolut, tetapi melihatnya sebagai sistem yang bisa dipengaruhi oleh bias. Dalam kasus seperti nenek Asyani, hukum tampak gagal mempertimbangkan aspek moral dan sosial yang melatarbelakangi tindakan tersebut. Hal ini menunjukkan perlunya perubahan perspektif dalam menegakkan keadilan, bukan hanya dengan mengikuti teks hukum, tetapi juga dengan memahami konteksnya.

Pertanyaan besar yang perlu dijawab adalah: bagaimana keadilan sejati dapat diwujudkan jika hukum terus memperlakukan individu berdasarkan status sosial atau kekuasaan mereka? Untuk mencapainya, diperlukan reformasi mendalam dalam sistem hukum, agar hukum benar-benar berpihak pada keadilan yang inklusif dan manusiawi.

Dengan memahami pandangan Derrida, kita diajak untuk tidak hanya menerima sistem hukum yang ada, tetapi juga untuk mengkritisinya demi menciptakan peradilan yang lebih adil bagi semua lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun