Pemilihan pemimpin baru sudah semakin dekat. Indonesia yang carut marut juga semakin panas. Tapi, rasa-rasanya idealisme para pemuda semakin memudar dengan hilangnya rasa kepercayaan kepada negeri sendiri.
Di mana semua kasus-kasus yang berlarut tak kunjung usai, pajak yang ditelan oleh oknum yang tak bertanggung jawab, bidang olahraga yang semakin menciut hanya karena sebuah kasus kepemilihan ketua umum yang dikait-kaitkan dengan strategi politik di tahun 2014 mendatang.
Lalu apalagi, pendidikan? Pemerataan pembangunan? Kemiskinan? Prestasi? Motivasi membangun negeri menjadi lebih baik? Atau masih tetap dengan metode lama? Semua rakyat yang melek tentang politik berlomba menjadi wakil-wakil rakyat yang siap mengeruk bumi pertiwi yang sudah rentan ini.
Masih hangat diperbincangkan tentang Pancasila. Sebuah lambang untuk menstabilitaskan bangsa yang kaya akan segala keaneka ragaman budaya, hayati, dan keyakinan. Lambang pemersatu bangsa, katanya.
Semua orang membahas ini. Baik para wartawan lepas maupun yang sudah menitipkan idealismenya dengan menyublim diri pada media yang menerimanya. Lalu mampu mengejar berita dedikasinya terhadap kepedulian bangsa ini atau motivasi lain. Atau bahkan menulis hanya untuk sesuap nasi dari upah berita yang ditawarkan. Who knows?
Sebuah dahaga yang tak kunjung reda. Seperti itulah jurnalisme sekarang ini. Semakin digali, semakin mencari. Menemukan satu keping fakta, dan larut dalam fakta-fakta selanjutnya. Ini seperti sebuah permainan ular tangga. Ketika kita melepaskan mata dadu. Kita tidak mengetahui fakta apa yang nantinya yang akan terkeluar. Padahal fakta itu masih bisa diprediksi.
Sama seperti ketika kita memprediksi mata dadu yang pasti akan keluar. Kombinasi mata dadu pada aritmatika sederhana. Logika matematis yang praktis. Kita tidak perlu menghitung detail. Kita hanya perlu mengambil kata kunci. Seperti itulah dunia jurnalis.
Kata kunci untuk menarik fakta baru, ide lama yang dikembangkan, dan sajian jejak-jejak fakta lama yang menghubungkan pada benang merah pemahaman baru. Simpelnya begitulah jurnalisme terbentuk.
Lalu hubungan apa dengan judul diatas?
Secara sporadis target utama para tetua yang sudah makan asam garam perpolitikan, hukum, dan kebijakan di negeri ini adalah para pemuda yang identik dengan 'ketololan' yang masih meraba-raba bahwa ada yang tidak beres dengan kepemimpinan saat ini.