Cerdas, bertalenta, muda, penuh semangat, ramah, enerjik, kaya, berprestasi, a good communication skill, mempunyai kapasitas otak 4 digit dan muaranya adalah citra seorang ekspatriat! It's wonderful, I said.
Hmm, sederet kata untuk menggambarkan obsesi muda metropolis yang sangat menggiurkan. Prediksi tentang kasta menengah ke atas ini adalah bagian dari potret di mana para pemuda yang mempunyai otak brilian akan menargetkan perusahaan-perusahaan asing sebagai tempat dia mengabdikan ilmunya, mengambil intisari dari sebagian investasi jangka panjang yang terus tumbuh ke sebuah pasar-pasar modal.
Menjadi pialang muda, memilih semacam reksadana, forex, emas, dan kawan-kawannya adalah sebuah langkah nekat dan gila. Hanya orang-orang yang punya keberanian dan punya tujuan lebih dari itu yang ikut seperti ini.
Umur saya 22 tahun, teman-teman sebaya saya sudah memasuki dunia bisnis seperti ini sejak satu tahun terakhir. Dan hasilnya lumayan. Ternyata, modal terbesar kita adalah BRAVE! Kita hanya membutuhkan siasat, modal pertama adalah strategi dan kemampuan kepercayaan diri yang tinggi.
Hanya itu saya bilang?!
"Ya, hanya itu!" mereka bilang penuh dengan tatapan langsung yang tegas. That's good! Saya hanya menelan ludah beberapa kali dan tertegun. Hmmm, sepertinya saya melupakan bagian ini. Ya! Perekonomian Negeri.
Ketika saya memilih bisnis aman dengan modal sekitar kurang lebih 250juta rupiah untuk membangun sebuah usaha kecil menengah, saya hanya menggeleng untuk ikut-ikutan beberapa pasar modal yang [ternyata] lebih mengerikan daripada panggung perpolitikan Indonesia. it's cruel!
Saya benar-benar angkat tangan. Saya tak seberani mereka yang memodalkan para investor dengan uang puluhan juta rupiah. Saya tahu apa yang saya lakukan dengan konskuensi dan nilai peluang tanpa batas. Saya pilih titik aman saja. Bisnis kecil dengan toko kelontong cukuplah dulu sebagai pembelajaran bisnis saya pertama.
Saya tak berani mengambil langkah meminjam modal pada Bank atau menggadaikan waktu dan segala 'tenaga dalam' untuk online berhari-hari melihat pergerakan kurs mata uang dan kawan-kawannya itu. Saya tak cukup cerdas dalam 'pergerakan' itu. Rasa-rasanya saya lebih aman menyuarakan bahasa anak muda dengan kapasitas saya sebagai seorang 'tukang tulis' dinding kamar.