Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Sang Pendosa (AlKisah 1)

7 Februari 2019   09:46 Diperbarui: 7 Februari 2019   10:10 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Yai Baelah/iie bae

"Pendosa Yang Baik"

Oleh: Yai Baelah

Di pagi yang cerah itu.... Sang Pendosa tampak muram.
Tergurat lelah di wajahnya. "Di usiaku yang sudah tidak muda lagi ini, tenyata diriku ini masih saja suka melakukan dosa", keluhnya, "Belum lagi dosa-dosaku di masa lalu", batin sang Pendosa menimpali.

Sang Pendosa kelihatan putus asa dan sedih memikirkan bagaimana derita yang akan menimpanya di alam sana. Sepertinya ia sudah pasrah. Sang Pendosa merasa sudah tidak berdaya. Bahkan..... meski Rabbnya memberikan takdir neraka buatnya, ia tak ingin membantah...

Dari jauh, kerisauan Sang Pendosa itu ternyata diperhatikan oleh gurunya. Lalu Sang Guru menghampiri dan berkata padanya, "Muridku, tak usah kau bersedih.... janganlah berputus asa....". Lalu beliau meneruskan nasihatnya, "Jika kau tak mampu menjadi hamba yang baik, maka berusahalah untuk menjadi pendosa yang baik. Boleh jadi, dari sebab dosa-dosa mu itulah nantinya yang akan menghantarkan mu ke syurga....."

Spontan Sang Pendosa menyela perkataan gurunya. "Wahai Guru! Bagaimana bisa dosa-dosaku dapat menghantarkan ke syurga sementara aku berkali-kali mengulangi dosaku, lalu berkali kali pula aku menyesalinya. Aku selalu ingin kembali pada Nya, tapi kemudian aku melakukan dosa lagi. Begitulah setiap hari diriku ini. Hanya mengulangi dan mengulangi. Mengulangi dosa, mengulangi tobat. Oohh tidak guru, aku cumalah seorang pendosa. Tidak ada kebaikan pada diriku".

Sang Guru pun tersenyum....
"Wahai muridku, dengan keadaan mu yang kau ceritakan tadi, sesungguhnya engkau sedang menerangkan kalau engkau adalah pendosa yang baik. Ketahuilah, letak kebaikan seorang pendosa adalah saat dia mengakui kesalahannya, lalu meminta ampun atas kesalahannya. Meskipun nyatanya dia lagi-lagi mengulangi kesalahannya namun beserta itu pula ia lagi-lagi memohon ampun atas kesalahannya".

Sebelum terlanjur disela muridnya, Sang Guru buru-buru melanjutkan. "Ingatlah, semua kita adalah pendosa dan sebaik-baiknya pendosa adalah yang memohon ampunan. Maka, janganlah kau berkecil hati dari rahmat dan ampunan NYA meski engkau telah melampaui batas terhadap dirimu sendiri".

Sang Pendosa  terdiam....


Suasana sempat hening.... Sang Guru menyempatkan menghirup kopinya yang sudah terlanjur dingin...

Lantas Sang Guru melanjutkan penjelasannya. "Muridku, adalah suatu kebaikan bila seseorang merasa khawatir akan dosa-dosanya. Dari sebab kekhawatiran itu, maka seseorang  menjadi terdorong untuk mengingat dan mendekati NYA.  Maka muridku, biarkanlah rasa bersalah itu ada dalam dirimu. Karena sesungguhnya rasa bersalah itulah yang akan menjadi pendorong mu  untuk memohon ampunan dan  karena rasa bersalah itu pula maka engkau   akan tergerak  untuk memperbaiki setiap kesalahan.  Itulah yang kumaksudkan sebagai pendosa yang baik tadi, yakni pendosa yang menyadari akan kesalahannya dan berusaha memperbaiki kesalahannya.  Dan.., bila kau beruntung... berhasil  mendapatkan ampunan NYA, maka hal yang demikian itulah yang nantinya dapat menghantarkan mu ke syurga".
.
Kemudian Sang Guru berdiam sejenak....sedetik... semenit.... mungkin lebih lama dari itu....
Sepertinya ada sesuatu beban berat yang sedang dipikirkannya.....
.
Lalu tiba-tiba Sang Guru berkata lagi. "Murid ku, aku mau memberi tahu mu suatu rahasia tentang diriku. Maukah kau mendengarnya?".
"Apakah gerangan rahasia itu wahai guru?", balas sang murid penuh ingin tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun