Dalam memperingati Mei 98, saya ingin membahas tiga hal:
Kejahatan dan Teror Negara
Bulan Mei 2018 dipenuhi dengan berita tentang terorisme. Dimulai dengan kejadian di Mako Brimob -- Depok di mana lima petugas penjara dibunuh dengan kejam. Di Surabaya terjadi ledakan bom bunuh diri di tiga gereja oleh sebuah keluarga. kemudian terjadi pula ledakan-ledakan bom di Sidoarjo dan bom bunuh diri di Poltabes Surabaya.
Yang telah meninggal akibat ledakan-ledakan di Jawa Timur ini sebanyak 28 orang (termasuk para teroris) dan 57 orang yang luka.
Di berbagai lokasi lain terdapat laporan tentang penangkapan orang-orang yang dituduh merupakan teroris.
Pada waktu yang bersamaan, kita memperingati kerusuhan Mei 98 yang ke 20. Sebuah kerusuhan yang menelan banyak jiwa yang tidak bersalah, sebagian besar di Jakarta, tetapi juga sekaligus melahirkan era baru di Indonesia -- Era Reformasi. Pada 21 Mei 1998, Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun, secara resmi mengundurkan diri.
Kerusuhan Mei 98 menurut laporan lapangan telah menyebabkan ribuan orang meninggal, sekitar 200 perempuan Tionghoa diperkosa secara massal dan ratusan toko dan rumah milik Tionghoa dijarah dan dirusak. Teror militer menyebabkan hasil penyelidikan TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) tidak bisa memastikan jumlah perempuan yang diperkosa.
Ada perbedaan yang mencolok antara kerusuhan Mei 98 dengan berbagai peristiwa akibat terorisme pada Mei 2018.
Kekacauan akibat terorisme pada Mei 2018 segera ditindak dengan cepat dan tegas oleh pemerintah dan aparat negara, Kepolisian yang dibantu oleh TNI.
Para tokoh pemerintah dan kepolisian serentak datang ke lokasi menunjukkan simpati dan komitmen menghancurkan terorisme.
Dalam waktu sekejap, beberapa orang yang dianggap teroris sudah ditangkap. 145 Napi teroris segera diasingkan ke Nusa Kambangan.