Mohon tunggu...
Nyoto Setianto
Nyoto Setianto Mohon Tunggu... -

Rakyat Jelata yang mencoba peduli dengan negerinya...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Wawancara Ketua MK: Akil Mochtar Pasca Penangkapan KPK versi Mbah Dukun

3 Oktober 2013   13:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:03 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selagi mengerjakan tugas jam 12 di depan tivi dengan kantuk berat ada breaking news ketua mahkamah kontitusi “Akil Mochtar” tertangkap tangan kasus korupsi suap pilkada kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Rasa kantuk berat membuat saya beranjak tidur, hampir saja melayang ke langit ketujuh pintu depan rumah saya diketuk keras. Saya segera terbangun kembali, membuka pintu. Ternyata makhluk yang membangunkan saya mr. Cepak gitaris teman main band saya, yang segera menyambut, “Bro, ayuk kita ketemu dengan Akil Mochtar ketua Mahkamah Konstitusi, kita wawancarai dia, kok bisa bisanya dia se-apes itu sampai kena OTT”. Saya langsung jawab “Halaaaah sontoloyo kamu, sakit jiwa, gimana caranya..., kenal sama si Akil Muhtar itu juga gak, punya akses juga ngak ”. Si Cepak segera menukas “laaah gampang bro lewat mbah Gambul, dia punya ilmu linuwih tuuiinggiii sekali, ahli menarik ruh jiwa seseorang untuk di interogasi”. Saya sama sekali gak percaya kicauan si Cepak. Namun karena dia berapi api sekali meyakinkan kehebatan mbah Gambul, membuat rasa penasaran ingin tahu saya tergugah. Akhirnya saya nyemplak juga dimotor si Cepak menembus gelap malam menuju rumah mbah Gambul sang dukun super sakti itu.

Turun dari motor saya bertanya sama si Cepak “bayar berapa ke mbah Gambul bro”. Cepak menukas “gampang bro kasih rokok gudang garam merah satu slop, bereeess kita bisa bisa wawancara bapak “AM” sepuasnya kok”. Didepan rumah mbah Gambul, tengah malah begini ternyata dia tidak istirahat tidur tapi asyik lagi ngobrol ngalor ngidul dengan penggemarnya, sepertinya.

Selepas bisik bisik mr. Cepak ke mbah Gambul, ia mempersilahkan kami masuk kerumah kontrakannya yang berukuran 3 x 4 meter, beraroma wewangian minyak mistik. Kami berempat masuk ke dalam ruangannya, saya dan si Cepak serta mbah Gambul dan Asistennya. Singkat kata mbah Gambul membaca mantra dan rapalannya sembari menyebut nyebut berulang kali nama ketua MK berinisial “AM” itu, lalu telapak tangannya dengan sigap mencengkeram ubun ubun asistennya yang dijadikan medium. Sang asisten segera terkulai tak sadarkan diri, dan tiba tiba bangkit dengan mata terpejam berdehem dengan raut tampak muram. “Naaah si AM ini udah masuk jiwanya ke asisten saya, monggo di wawancara atau di interogasi, sak karepmu,” kata mbah Gambul dengan senyum lebaaar.

Cepak teman saya tanpa sabar langsung memperkenalkan diri seenak jidatnya dan sekaligus bertanya ke medium ketua MK alias “AM” : “Pak “AM” perkenalkan saya Cepak dari anggota tim pembela Koruptor Sejati , apakah benar... bapak tertangkap tangan menerima suap sebesar kurang lebih 3 Milyar dalam kasus pilkada kabupaten Gunung Mas. Jika bapak tidak bersalah saya siap membela bapak dengan cara dan strategi saya pak”. Sang medium AM dengan raut tampak susah menjawab “Yaaah ini bagian dari resiko bisnis saya pak, saya memang kurang cermat dan hati hati mempersiapkan langkah menghindari ketangkap tangan kali ini . Memang resiko bisnis saya itu yaaa seperti ini, kalau ketahuan on the spot, yaaah susah sekali mengelaknya. Saya pikir saya sudah ahli dalam bisnis saya ini, ternyata saya salah setting pak, biasanya sih gak begini pak, aman aman saja.”

Cepak teman saya tambah gregetan dan bertanya kembali, “Bapak “AM” apakah bapak merasa korupsi dengan menerima suap itu? jika tidak saya siap membela pak”. Sang medium AM yang memasang tampang kian kuyu itu menjawab “Gimanaaa siiih bapak ini, yaa saya sama sekali tidak bersaalaaah pak, saya tekankan sekali lagi ya pak "Saya Tidak Bersalah", karena di tempat saya itu sudah biasa jualan pasal pasal dan keputusan peradilan, bahkan kita kita ini para eksekutor sudah biasa jadi koki membuat menu menu makanan, eh maksud saya menu pasal pasal kepada para terdakwa. Contoh jika terdakwa hanya berani bayar murah yaah dia akan menerima hukuman sekian, jika dia berani beli menu yang mahal yaaa hukumannya kian diperingan. Kalau berani beli paket yang eklusif, syukur syukur bisa diakali agar bisa bebas. Jika kasusnya makin berat ya menu makanannya jadi makin banyak dan mahal. Kalau terdakwa gak mau bayar sama sekali yaaa diperberat sekalian, biar kapok. Emang gak caapeeek apa, menyidangkan dia. Dalam kasus suap kemarin saya baru mau meracik menu menu makanan itu, eeeh maksud saya menu menu pasal dan keputusan untuk klien saya, dengan menu ter...ueenaak. Eeeeh saya apes pak... baru mau dibayar klien saya cash on carry... kok yaa ketangkap “KPK”. Apeeees saya apeees pak”. Saya berpikir sepertinya si medium “AM” ini lapar kali yaa sampai bolak balikngomongin “menu makanan” yang sepertinya gak ada hubungannya.

Teman saya si Cepak kian terbawa emosi mewawancarai medium “AM”, dia bertanya kembali “Bapak “AM” kenapa bapak tidak mencontoh ketua MK sebelumnya yakni bapak “MD” yang dikenal bersih dan jujur?”. Sang medium “AM” tampak lesu menjawab, “yaah hidup itukan pilihan pak, saya ya saya, dia ya dia, masak saya harus meniru dia, kiprah dia dengan saya kan beda, dia enak bisa jadi bintang iklan dapat duit, lhaa saya, mana bisa, saya kan gak fotogenik dan pandai akting. Pliss jangan tanya saya yang aneh aneh lagi pak.Saya ini lagi berpikir keras menyelamatkan aset aset saya yang demikian banyak, moga moga gak kejerat semua, saya lagi mengerahkan segala sumber daya saya untuk meyusun strategi penyelamatan diri saya sesempurna mungkin, agar hukuman saya seringan mungkin, tempat hukumannya seindah mungkin, dan aset saya kejerat seminimal mungkin”.

Waaalaah teman saya si Cepak kian mengejar medium “AM” dengan antusias, “Bapak “AM” Bukankah anda pucuk pimpinan Keadilan negeri ini, mengapa bapak tega mempermainkan hukum dengan menerima suap? apakah bapak tidak takut hukuman mati?”. Sang medium “AM” yang tadi tampak kuyu tiba tiba menjadi segar dan berkata sewot, “Bapak itu siapa siiih, jika bapak berada di posisi seperti saya ini, saya jamin bapak lebih kemaruk daripada saya. Godaannya buanyaak pak di posisi saya ini. Duiittnya buanyaak pak. Jika anda tidak tergoda anda sangat bodoh, jika anda tergoda anda juga bodoh, seperti saya ini yang apeees... pes.. pes ketangkep “KPK”. Daaan... Sumpah Matiii , saya tidak takut dengan hukuman mati di negeri ini, karena mustahil ada “hukuman mati” di negeri ini untuk kasus seperti saya,emangnya di luar negeri. Disini.. gaaampaaang tinggal teriak isu “HAM”, hukuman mati masuk kotak, selesaaiiiii.”

Sang medium “AM” yang masih terpejam tiba tiba menoleh ke arah mbah Gambul dan berkata sekarang giliran saya bertanya sama si mbah tua ini, “Jika saya masih menjabat sebagai ketua MK, hebat mana mbah saya dengan para menteri”. Mbah Gambul menjawab “Yaa hebat anda dong, keputusan menteri bisa anda anulir, para menteri selayaknya takut dengan anda”. “Lalu hebat mana saya dengan presiden”. tanya medium “AM” kembali. Mbah Gambul segera menukas “Hebat anda doong, Presidenpun bisa anda anulir keputusannya, selayaknya presiden takut dengan anda”. Medium “AM” seperti sangat terhibur, lalu bertanya lagi “Hebat mana saya dengan para Alim Ulama yang ahli hukum halal dan haram”. Mbah Gambul segera menukas “Jauuuh hebat anda doong, para Alim Ulama ahli hukum halal dan haram takut sama Tuhan anda sama sekali tidak takut Tuhan”. Selesai mendengar jawaban mbah Gambul sang medium “AM” jatuh ngejoprak dari duduknya dan sadarkan diri, mungkin roh jiwanya “AM” yang ditarik mbah Gambul langsung ngacir, kabur kembali ke wadahnya.

Dalam hati saya bergumam “lumayan juga hiburan dari si Cepak ini”, agar tampak sopan saya bertanya kepada mbah Gambul sambil merogoh kantong saya untuk memberi uang untuk membeli rokok kretek gudang garam merah. “maaf.. Mbah ngomong ngomong, panjenengan nama lengkapnya siapa ya...?. Sebelum saya mendengar jawaban mbah Gambul, saya dicekam stress ternyata saya lupa bawa dompet, mengharapkan si Cepak punya uang juga mustahil, karena dia jarang pegang. Sayup sayup saya mendengar mbah Gambul menjawab pertanyaan saya. “ Nama saya mbah Gombal Gambul”. Sebelum stress saya kian memuncak, tiba tiba saya digugah kedua anak saya, “pak.. pak.. bangun.. udah subuh pak... sholat pak... anterin sekolah ya.. cepetan biar gak telat.” Alaamaaak ternyata Cuma mimpiiii.

pengamen sumbang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun